TABANAN, BALIPOST.com – Persoalan terkait sengketa tanah adat belakangan mulai sering muncul. Banyak oknum-oknum yang bermain berusaha mensertifikatkan tanah adat/ tanah ayahan desa untuk kepentingan pribadi. Kasus terbaru terjadi di Banjar Adat Dajan Tenten, Desa Adat Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.
Salah satu areal karang ayahan desa disertifikatkan untuk dijadikan jaminan kredit di bank yang saat ini kasusnya masih berproses di Pengadilan Negeri Tabanan. Mencegah hal itu terulang, Desa Adat Banjar Anyar melakukan proteksi lahan atau aset-aset milik desa adat dengan telah menyertifikatkan seluruh blok tanah ayahan desa lewat program PTSL.
Bendesa Banjar Anyar, I Made Raka mengatakan kasus yang ada saat ini setidaknya menjadi pengalaman tersendiri untuk lebih memproteksi lahan atau aset-aset milik desa adat kedepannya. Diakuinya dengan program pemerintah, rata-rata sudah 90 persen tanah adat/tanah ayahan desa sudah dilakukan pensertifikatan menjadi hak milik desa adat. Yang nantinya, sertifikat ini seluruhnya akan disimpan oleh desa adat agar tidak ada lagi yang tercecer.
“Seluruh sertifikat tentunya dikumpulkan di desa adat, karena sertifikat ayahan desa tidak boleh digunakan untuk jaminan atau anggunan untuk peminjaman uang di bank. Dan terkait kasus yang masih berproses saat ini, memang kami merasa kecolongan apalagi penyertifikatan karang ayahan desa yang sedang kami upayakan untuk dikembalikan ini sudah dilakukan tahun 2006, saat saya belum ngayah menjadi Bendesa Adat,” terangnya, Rabu (6/4).
Tidak hanya melakukan penyertifikatan tanah ayahan desa untuk memproteksi aset-aset milik desa adat, lanjut kata Made Raka, juga telah dilakukan revisi awig-awig disesuaikan dengan kondisi desa adat saat ini. Dimana untuk revisi awig-awig tersebut kini sudah ada di MDA Bali. Dalam revisi awig-awig tersebut lebih kepada penyempurnaan data-data yang lebih akurat seperti tercatat lengkap lembaga-lembaga yang ada baik itu Parahyangan, Pawongan, Palemahan, dimana dalam palemahan juga dilampirkan data terinci luasan karang ayahan desa termasuk jumlah sertifikat aset desa adat.
“Ke depan semua blok masuk lampiran awig-awig, jadi terinci berapa total luas karang ayahan desa, dan berapa yang bersertifikat dan ditempati oleh masing-masing krama. Jadi sertifikat itu jelas tertulis misalnya saja, karang ayahan desa milik desa adat Banjar Anyar yang ditempati krama si A, si B dan seterusnya,” pungkasnya.
Ia pun berharap dengan pengalamannya saat ini juga bisa menjadi acuan atau dorongan desa adat lainnya untuk bisa sama-sama menjaga aset-aset desa adat memproteksi . Karena tak dipungkiri kasus sengketa tanah adat belakangan ini masih kerap terjadi tidak hanya di wilayah kabupaten Tabanan saja melainkan di daerah lain. Karena dengan pendataan yang jelas ditambah dengan proteksi yang baik, tentunya upaya membangun potensi desa adat yang dimiliki bisa lebih maksimal. (Puspawati/balipost)