Suasana sidang pembuktian dalam perkara dugaan korupsi di LPD Desa Adat Sunantaya di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ni Putu Eka Swandewi, terdakwa dalam dugaan korupsi LPD Desa Adat Sunantaya, ditangguhkan penahanannya oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar. Sebab, yang bersangkutan menderita sakit jantung.

Sedangkan terdakwa I Gede Wayan Sutarja, yang mantan anggota DPRD Tabanan dan menjabat Bendesa Adat Sunantaya, Penebel, Tabanan, baru mengajukan peralihan penahanan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (7/4).

Dalam sidang pembuktian di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU dari Kejari Tabanan menghadirkan tiga saksi dari LPLPD di hadadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti. Tiga saksi itu adalah Pande Nyoman Rainata (tim pendamping LPLPD Sunantaya), I Dewa Nyoman Alit Astina (koordinator pembina LPLPD) dan Pande Nyoman Suka Adnyana.

Baca juga:  Satu Dermaga Rusak, Kendaraan Antre di Pelabungan Padangbai

Di depan persidangan, yang banyak dicecar adalah saksi Rainata. Dia mengaku ditunjuk oleh paruman adat sebagai tim pendamping. Saat itu ada lima orang yang ditunjuk.

Permasalahan apa yang terjadi di LPD Sunantaya? tanya jaksa. Saksi mengatakan, ada dugaan terjadinya penyimpangan, yakni adanya dana selisih. Juga ada pemberian kredit di atas ambang batas maksimum atau melampaui yang diterima oleh terdakwa.

Memang, diakui bahwa bendesa dalam LPD ini adalah sebagai panureksa atau pengawas. Dalam paruman, kata saksi, disepakati bunga 2,75%.

Terdakwa Sutarja, total bersangkutan meminjam dana di LPD Rp 435 juta, dari tujuh kali pinjaman dengan memakai satu nama. Kata saksi, secara aturan itu tidak dibenarkan minjam tujuh kali pakai satu nama. Diakui saksi pula bahwa pinjaman terdakwa Sutarja macet, alias tidak dilunasi.

Baca juga:  Tiket.com Makin Serius Garap Pasar Perhotelan di Bali

Jaksa kemudian menanyakan mengapa kredit macet, masih saja bisa minjam? Saksi pun mengatakan karena pengurus dan terdakwa sebagai bendesa. Bahkan Sutarja juga minjam dengan nama desa adat, untuk kepentingan pribadi dengan kapasitas sebagai Jro Bendesa. Kata saksi, itu sudah diakui terdakwa.

Soal bunga juga berbeda. Jro bendesa minjam dengan bunga 1,5 persen. Dia dapat fasilitas kredit, juga atas persetujuan Ketua LPD sebelumnya. Namun diakui bahwa ada jaminan sertifikat oleh Sutarja.

Baca juga:  Sejak Geledah LPD Bakas di Agustus 2022, Kejari Klungkung Masih Selidiki Dugaan Korupsinya

Soal Swandewi? Saksi mengatakan dia sebagai sekretaris. Namun hakim menanyakan soal SK, dan ternyata tidak ada. Terdakwa Swandewi juga disebut minjam, namun tidak sesuai prosedur. Modusnya, mengambil uang terlebih dahulu dengan dalih kasbon sebelum diajukan sebagai kredit.

Kata saksi, kasbon tidak diperbolehkan sesuai dengan paruman. Sesuai awig-awig Sunantaya, kata saksi, pinjaman uang di bawah satu juta dibolehkan tidak pakai jaminan. Di atas satu juta, wajib menggunakan jaminan.

Hal senada disampaikan saksi koordinator pembina LPLPD. Saat dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya selisih kas. Hakim sempat minta menunjukkan 32 dokumen atau berkas dari saksi Pande Rainata. (Miasa/balipost)

BAGIKAN