DENPASAR, BALIPOST.com – Lokasabha VIII Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dilaksanakan di Gedung Kertha Gosana Kantor Bupati Badung, Jumat (8/4). Saat bersamaan, massa berjumlah 100 orang demo dan melakukan aksi “segel” Kantor PHDI Bali, Jalan Ratna, Denpasar Utara.
Mereka menuntut PHDI dibubarkan karena menganut sampradaya asing. Saat dikonfirmasi, Kabagops Polresta Denpasar Kompol Made Uder, membenarkan adanya aksi damai dari Forkom Taksu Bali “Bali Maprawerthi” berjumlah 100 orang.
Aksi itu digelar berdasarkan surat pemberitahuan aksi damai dari Forum Komunikasi (Forkom) Taksu Bali kepada Kapolda Bali, tertanggal 6 April 2022, dengan nomor : 003/FKTB/IV/2022. “Peserta aksi ada dari Tabanan, Klungkung, Badung, Bangli, Denpasar, Karangasem, dan Singaraja,” ujarnya.
Menurut Kompol Uder, massa berkumpul di depan Kantor PHDI Bali pukul 11.00 WITA. Selanjutnya dilaksanakan doa bersama, lalu orasi.
Ketua Forkom Taksu Bali, Jro Mangku Wisna menyampaikan bahwa PHDI sudah menjadi sarang sampradaya dan tidak bisa mengayomi umat sedharma di Bali. Wisna juga mengajak masyarakat di Bali mendukung pelaksanaan G20.
Pukul 11.17 WITA para peserta aksi menampilkan pagelaran Calonarang Mini dari Yayasan Mandala Suci. Setelah itu dilanjutkan orasi dari perwakilan para peserta aksi. “Juga dibacakan pernyataan sikap oleh Ketua Forkom Taksu Bali yang isinya, menuntut agar PHDI dibubarkan. Selain itu pemerintah Provinsi Bali diminta segera bersikap dan membentuk lembaga / majelis baru yang benar-benar bisa mengayomi dan memberikan rasa nyaman, damai dalam melaksanakan keyakinan Umat Hindu di Bali, sesuai dengan dresta Bali yang berkearifan lokal bersama-sama dengan Majelis Desa Adat,” ungkapnya.
Seluruh aksi dan para peserta membubarkan diri pukul 11.50 WITA.
Kompol Uder mengatakan terkait aksi tersebut, pihaknya menerjunkan sekitar 48 personel Bagian Ops dibantu anggota Polsek Denpasar Utara dan Polda Bali. Demo itu diakui diwarnai dengan penyegelan pintu gerbang Kantor PHDI Bali menggunakan tali plastik kuning mirip garis polisi.
“Itu bukan police line tapi tali kuning yang mirip saja. Sudah kami cek, tidak ada tulisan polisinya,” tegas perwira melati satu ini.
Kompol Uder menduga tali tersebut biasa dipakai di proyek untuk pembatas. (Kerta Negara/balipost)