DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam perkara korupsi pemerasan dan TPPU dengan terdakwa Ir. Dewa Ketut Puspaka, jaksa dari Kejati Bali ternyata sudah menetapkan anak terdakwa, yang bernama Dewa Radhea, sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Bahkan dalam surat tuntutan untuk DKP yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU menyebut bahwa ada beberapa barang bukti yang masih dipergunakan untuk tersangka lain, dalam hal ini Dewa Radhea.
Dikonfirmasi, JPU Otong dan Agus Sastrawan meminta soal penetapan tersangka itu, ditanyakan langsung ke Penkum Kejati Bali, karena penetapan tersangka sudah disampaikannya ke pihak penkum. “Soal itu (penetapan tersangka Dewa Radhea), ya kita sesuai yang dibacakan (tuntutan) tadi. Lengkapnya tanyakan ke kasipenkum biar satu pintu,” ucap Otong.
Kasipenkum A. Luga Harlianto, dikonfirmasi menyatakan bahwa perkembangan penyidikan kasus DKP yang berkaitan dengan proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG, penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih dan perijinan dalam rencana pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Buleleng, akan disampaikan nanti.
Sementara I Gede Indria yang dikonfirmasi mengatakan soal penetapan Dewa Radhea sebagai tersangka, kalau soal itu pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu. “Kalau sudah terima, baru kita bisa berikan pandangan atau pendapat soal Dewa Radhea. Apakah kita diberi kuasa, atau bagaimana nantinya,” ucap Indria.
Sementara A. Luga Harlianto, soal Dewa Puspaka, menyampaikan dalam proses pembuktian, JPU mengajukan keterangan 38 orang saksi, keterangan dua orang ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dari pembuktian tersebut, penuntut umum berkeyakinan bahwa terdakwa Ir. Dewa Ketut Puspaka, pada 2014 hingga 2019 telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai pegawai negeri dalam hal ini sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dalam kaitannya. Kasusnya yaitu perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG, penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, dan izin dalam rencana pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Buleleng.
Dewa Ketut Puspaka juga diajukan tuntutan didasarkan perbuatan terdakwa yang telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi. Maksudnya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan terdakwa.
“Jumlah uang yang diterima terdakwa Ir. Dewa Ketut Puspaka dalam proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG, penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih dan perizinan dalam rencana pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Buleleng sesuai fakta di persidangan. yaitu Rp16.943.130.501. Kemudian terdakwa menggunakan rekening atas nama pihak lain untuk menempatkan proceeds of crime (use of nominee), merekayasa dokumen maupun transaksi dan/atau memberikan informasi yang tidak benar untuk menerima proceeds of crime (fake information), mengggunakan proceeds of crime untuk membayar hutang (ponzy scheme) dan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul karta kekayaan,” tegas Luga. (Miasa/balipost)