Kadek Artawa Yasa. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Mujung Sari Kerti di Kecamatan Sukasada, salah satu desa adat di Bali Utara dengan umur yang bisa dibilang masih muda. Desa adat ini resmi diakui tahun 2009 yang lalu.

Meski masuk desa dengan umur muda, namun pemerintahan desa adat ini memangku tanggung jawab besar, terutama komitmennya dalam menjaga kelestarian kawasan hutan lindung di wewidangan desa adat setempat. Klian Desa Adat Mujung Sari Kerti, Kadek Artawa Yasa, Selasa (12/4) mengatakan wewidangan desa adat yang sekarang dipimpinnya itu memiliki satu banjar adat yaitu Banjar Adat Gunung Sari.

Di banjar adat ini kemudian terbentuk sebanyak 4 tempekan. Di mana, penamaan pada masing-masing tempekan ini memakai kata “sari”. Dengan begitu, sejak terbentuknya sampai sekarang tempekan itu diberi nama Sari Kangin, Sari Kauh, Sari Kaja, dan Sari Kelod. Saat ini, total krama desa di desa adat ini sekitar 215 kepala keluarga (KK).

Baca juga:  Desa Adat Banda "Ngodakin” Empat Sesuhunan

Setiap krama desa ini bertanggung jawab penuh menjadi pangempon Pura Kayangan Tiga meliputi Pura Desa, Puseh, dan Pura Dalem. Selain itu, krama desa ini juga menjadi pangempon di Pura Kayangan Desa yaitu, Pura Pucak Gunung Sari, Pura Pucak Sari, Pura Ratu Lingsir, dan Pura Pecalang. “Desa adat kami ini yang paling muda dari segi usia karena dibentuk tahun 2009 lalu, namun krama desa kami memiliki tanggung jawab terhadap parhayangan yang telah dibangun baik itu deretan Pura Kayangan Tiga dan pura-pura yang masuk jajaran Kayangan Desa,” katanya.

Dalam hal kebijakan pembangunan baga parhyangan, Artawa Yasa mengaku beban krama desa belakangan ini menjadi ringan. Ini karena perbaikan atau pembangunan di baga ini didukung dengan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang dikucurkan Gubernur Bali Wayan Koster. Dia mencontohkan, perbaikan di Pura Pura Dalem dan Pura Prajapati telah selesai dikerjakan. Sekarang, program yang sama dilakukan untuk perbaikan Pura Desa dan Pura Pucak Luhur Gunung Sari. “Tidak ada sumber pendapatan asli desa adat. Apalagi, desa adat kami baru terbentuk, namun pembangunan prayangan di desa adat bisa berjalan dan ini berkat bantuan Pak Gubernur, sehingga beban krama desa menjadi ringan. Iuran masih ada dan itu sifatnya sebagai jatu (tanda-red) bakti krama desa kepada Ida Bhatara yang berstana di pura-pura di desa adat kami,” tegasnya.

Baca juga:   Koleksi Buku Gedong Kirtya Direstorasi

Tak hanya pembangunan di baga parhyangan, Desa Adat Mujung Sari Kerti juga menelurkan kebijakan dalam menjaga kesucian dan kelestarian kawasan hutan lindung. Kebijakan ini karena desa adat ini di sisi timur, selatan, timur dan barat berbatasan dengan hutan lindung.

Sejak beberapa tahun sebelumnya, kawasan hutan di wilayah desa adat ini sempat mengalami kerusakan. Beruntung, desa adat bersama instansi yang membidangi dengan cepat pada masa itu melakukan penanaman bibit pohon.

Baca juga:  Citra Baru Pementasan Seni di Era Pandemi

Selain itu, ada juga krama desa adat dan desa adat terkait lain melakukan penanaman secara swadaya, sehingga kerusakan kawasan hutan ini dengan perlahan dapat ditangani.

Untuk tetap menjaga kelestarian sebagai kawasan suci, prajuru Desa Adat Mujung Sari Kerti juga telah menyusun pararem awig-awig yang mengatur larangan krama desa masuk hutan untuk mencari kayu atau kegiatan lain. Berdasar pararem ini, kalau ada krama desa yang terbukti masuk ke dalam kawasan hutan melakukan pangrusakan, desa adat sendiri akan menjatuhkan sanksi adat kepada warga bersangkutan. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN