Ilustrasi. (BP/dok)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pemanfaatan air bawah tanah (ABT) di Kabupaten Badung menjadi pergunjingan anggota DPRD Badung dalam setiap rapat. Pasalnya, di tengah kebingungan masyarakat terkait regulasi, muncul oknum yang diduga melakukan pungutan liar (pungli).

Ironisnya, gamangnya regulasi yang mengatur ABT di daerah telah merugikan banyak pihak, tak terkecuali salah satu pejabat di lingkungan Pemkab Badung. Hal itu terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran DPRD Badung dengan TAPD Badung membahas LKPJ Bupati Badung tahun anggaran 2021, di gedung dewan setempat Selasa (12/4). Dalam raker yang dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Badung, Wayan Adi Arnawa, legislator Badung mempertanyakan wewenang terkait regulasi di daerah. Sebab, aparat keamanan kini tengah getol-getolnya melakukan penertiban terkait pemanfaatan ABT.

“Mohon penjelasan Bapak Sekda, di mana sebenarnya ABT diatur? Sebab, aparat lagi galak-galaknya turun mengecek akomodasi pariwisata di Bali, khususnya Badung. Informasi dari Satpol PP, salah satu kadis kita yang punya usaha sampai kena Rp120 juta. Bagaimana dengan masyarakat di bawah?” ujar Ketua Komisi I DPRD Badung, Made Ponda Wirawan.

Baca juga:  Internal PDIP Badung Bergolak, Ini Tanggapan Giri Prasta

Menurutnya, kondisi tersebut harus mendapatkan perhatian pemkab, karena jika dibiarkan akan berdampak pada pendapatan pajak di Kabupaten Badung. “Ini perlu pengamanan dan pengawalan pemerintah. Kalau semua seperti itu (usaha pengguna ABT kena sanksi) semua usaha akan tutup dan otomatis pendapatan kita berkurang, TPP tidak dapat semua kan ke sana relevansinya,” terangnya.

Dikatakan, pihaknya telah menyampaikan kondisi tersebut kepada Satpol PP untuk dicarikan solusi, sehingga para pengusaha tidak beranggapan pemerintah mengesampingkan keluhan masyarakat. “Saya sudah sampaikan kemarin kepada Satpol PP bagaimana solusinya, jangan kita lepas tangan, ketika mereka punya masalah ABT tidak ada yang mem-back-up. Itulah yang terjadi di bawah, kalau ini tidak kita kawal otomatis pendapatan Bapenda akan berkurang karena  mereka tidak berani membuka usaha,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota dewan Badung AAN Ketut Agus Nadi Putra juga mengungkapkan kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat, khususnya pengusaha kecil terkait dengan pemanfaatan ABT. Pihaknya juga bingung lantaran kebijakan ABT ada di tingkat provinsi bukan di kabupaten. “Kebijakan yang mengatur ABT membingungkan masyarakat kecil, khususnya yang memiliki usaha kecil. Ini kami meminta petunjuk ke mana harus melaporkan, karena kami sebagai komisi I yang membidangi,” katanya.

Baca juga:  Perpres NEK Disahkan, BRI Dukung Pemerintah dengan Perkuat "Sustainable Finance"

Pria yang akrab disapa Gung Nadi Putra ini mengatakan, pihaknya mendapat keluhan dari masyarakat yang didatangi aparat akibat memanfaatkan ABT. Bahkan, oknum aparat melakukan intervensi terhadap masyarakat dan meminta bayaran. “Banyak sekali dari masyarakat didatangi tim dari aparat penegak hukum yang menyambangi secara langsung ke pemilik-pemilik usaha tanpa memandang pengusaha kecil, sedang. Bahkan ada intervensi kalau tidak membayar. Saya sering dapat pengakuan seperti itu,” terangnya.

Untuk itu, pihaknya berharap ada kejelasan mengenai regulasi ABT, sehingga masyarakat tidak cemas dan menjadi objek pemerasan lantaran awam mengenai regulasi ABT. “Ke mana harusnya mengurus ABT, ke kepolisian atau ke dinas perizinan provinsi atau kabupaten?” katanya.

Menyikapi masalah tersebut, Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa, menyebutkan sejatinya kewenangan memungut pajak ABT ada di kabupaten. Namun, kewenangan perizinan ada di Provinsi Bali. “Namun, dari informasi yang saya peroleh kalau tidak salah, perizinan akan ditarik kembali ke kabupaten/kota,” katanya.

Baca juga:  Gantikan Arief Hidayat, Anwar Usman Pimpin MK

Kendati demikian, Adi Arnawa menilai penggunaan ABT adalah sebuah alternatif ketika suplai air bersih dari PDAM tidak terpenuhi. “Sebenarnya ini bertentangan dengan spirit menjaga lingkungan. Karena itu ketika ada layanan ke tempat-tempat itu, tapi akomodasi memanfaatkan ABT, dipastikan pajak yang dikenakan pasti tinggi karena semestinya pengusaha harus pakai layanan PDAM dulu baru ABT,” katanya.

Sayangnya, birokrat asal Pecatu, Kuta Selatan ini mengaku tidak mengetahui jika rancunya regulasi mengenai ABT berdampak pada adanya pungli. “Mohon maaf saya tidak tahu, yang jelas saya tidak tahu (adanya pungli),” ucapnya.

Ia menambahkan, jika pemanfaatan ABT betul-betul ditetapkan akan berdampak pada pendapatan dari pajak. “Di satu sisi kita akan mendapatkan pendapatan dari PDAM, tapi dari pajak ABT berkurang ini harus kita pikirkan, karena saya melihat penghasilan pajak ABT besar,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN