Dr. Drs. A.A. Gede Oka Wisnumurti, M.Si. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemilu serentak tahun 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota telah ditetapkan pada 14 Februari 2024. Sedangkan untuk pilkada yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, serentak akan digelar pada November 2024. Akibat dari Pemilu dan Pilkada serentak ini, banyak kepala daerah yang dijabat oleh pelaksana tugas (Plt.)

Pengamat Politik, Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si., mengatakan Pemilu serentak 2024, merupakan konstruksi politik demokrasi yang sudah dirancang lama. Hal ini dimaksudkan agar proses suksesi kepemimpinan, baik ditingkat nasional maupun daerah secara reguler bersamaan dalam setiap 5 tahun.

Sebelumnya pemilu di daerah khususnya berlangsung tidak bersamaan tergantung berakhirnya masa jabatan kepala daerah. Akibatnya, pemilu kadang berlangsung setiap waktu. “Dengan konstruksi politik serentak, suksesi akan terjadi bersamaan, penyelenggaraam pemilu yang membutuhkan anggaran tidak kecil dapat diefisienkan. Selain itu, kerja peserta pemilu dan masyarakat pemilih juga lebih fokus,” ujar Wisnumurti, Selasa (12/4).

Meskipun demikian, mantan KPU Provinsi Bali ini mengatakan bahwa untuk menuju keserentakan tersebut akan banyak kepala daerah dijabat Plt. Menurutnya, hal ini menjadi konsekuensi logis untuk menyetarakan jabatan kepala daerah. Masalah siapa Plt.-nya, tentu sudah diatur dalam ketentuan.

Kelemahan lain dari pemilu serentak ini, yaitu dari sisi penyelenggaraan cukup menguras pikiran dan tenaga. Begitupun dalam pengawasan, utamanya saat pencoblosan. Sedangkan dari sisi isu politik akan lebih banyak dipengaruhi isu-isu nasional. Sehingga isu lokal yang penting di daerah bisa nyaris tak terdengar. “Akan tetapi, konstrukai politik ini patut kita dukung untuk memperkuat sistem demokrasi, berjalannya proses suksesi yang smoot dan smart, sehingga pemimpin yang terpilih baik ditingkat nasional maupun di daerah, di samping didukung kekuatan politik Parpol juga mendapat ligitimasi dari rakyat,” tandas akademisi Universitas Warmadewa (Unwar) ini.

Baca juga:  Jadi Caleg atau Timses, Ketum PWI Ingatkan Pengurus Harus Mundur

Akademisi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, SH.,LL.M., memandang bahwa Pemilu serentak sebagai suatu hal wajar terjadi di negara demokrasi. Apalagi, Pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 bukan menjadi pemilu serentak pertama yang diselenggarakan oleh Indonesia.

Pada tahun 2019 menjadi momentum awal diselengarakannya pesta demokrasi di Indonesia. Dari penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019, dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya. Pemilu serentak tahun 2019 memiliki kelemahan pada “keserentakannya” atau dengan kata lain dengan diselenggarakannya Pemilu secara serentak tentunya membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang cukup dan berkompeten dalam menyelenggarakan Pemilu serta terganggunya kredibilitas dan integritas. Artinya, dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019 melibatkan masyarakat sebagai panitia penyelenggara yang cukup banyak dan berkompeten akan tetapi tidak semua penyelenggara memiliki kompetensi yang cukup dalam menyelenggarakan Pemilu serentak tersebut.

Baca juga:  Denpasar Siapkan 32 Tenaga Vaksinator

Di samping itu, Pemilu serentak dapat mengganggu kualitas, kapasitas atau kekuatan hasil Pemilu tersebut untuk memberikan kepercayaan pada masyarakat serta dapat pula mengganggu keutuhan untuk memancarkan kewibawaan dan kejujuran dari penyelenggara Pemilu. Namun dari berbagai problematika keserentakan Pemilu tahun 2019, ada pula kelebihan dari penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019, yakni dari segi anggaran biaya, partisipasi pemilih meningkat, dan Pemilu tidak diselenggarakan secara serentak hampir setiap minggu ada pilkada, mengingat jumlah kabupaten/kota yang ada dapat mengganggu proses kesinambungan pembangunan daerah.

Berkaca dari Pemilu serentak 2019, untuk penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 terdapat kelebihan dan kekurangannya pula. Jika Pemilu diselenggarakan secara serentak tentunya dari segi persiapan dalam penyelenggaraan Pemilu akan lebih maksimal.

Anggarann yang digunakan dalam menyelenggarakan Pemilu secara serentak juga akan lebih jelas. Selain itu, eksistensi daripada penyelenggaraan Pemilu akan lebih diketahui oleh masyarakat dan tentunya dapat menekan angka masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya. “Jika Pemilu dilaksanakan secara serentak tentunya situasi perpolitikan di seluruh Indonesia akan serentak pula, dengan kata lain hubungan anatara pemerintah pusat dan daerah akan langsung terjalin mengingat di pemerintahan pusat telah ada pemegang kekuasaan begitu juga di tingkat daerah, sehingga dalam aspek pembangunan secara nasional akan lebih mudah terintegrasi atau terjalin,” ujar Dewa Sudika Mangku.

Namun, di samping kelebihan tersebut, Pemilu serentak ini akan menggunakan anggaran dana yang tidak sedikit. Seperti informasi yang terbaru penyelenggaraan pemilu yang didapat anggaran Pemilu serentak tahun 2024 lebih tinggi atau meningkat cukup tinggi dibandingkan sebelumnya, yaitu totalnya sekitar Rp 110,4 triliun. Artinya dengan biaya yang tinggi tersebut tentunya hasil dari Pemilu serentak tersebut harus bisa maksimal, sehingga dari segi persiapan oleh penyelenggara Pemilu harus dimatangkan.

Baca juga:  Hari Tanpa Hujan Masih Landa Sejumlah Wilayah Bali, Daerah Ini Pegang Rekor hingga 131 Hari

Baik dari segi SDM, serta sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024. Selain itu, kekurangan yang dapat dilihat juga dari aspek dalam pemerintahan di daerah, dimana jika Pemilu atau dalam hal ini Pilkada diselenggarakan secara serentak, tentunya akan terjadi kekosongan kekuasaan di daerah sehingga memerlukan pejabat pengganti untuk menggantikan posisi pemimpin daerah seperti gubernur, bupati, dan/atau walikota.

Dengan hal tersebut tentunya akan ada dua kemungkinan dimana jalannya pemerintahan di tingkat daerah provinsi, kabupaten/kota akan berjalan dengan baik sebagaimana mestinya atau sebaliknya. Sehingga ketika masa jabatan gubernur, bupati/walikota telah usai, tentunya pihak terkait harus benar-benar bijak dalam menentukan pejabat pengganti yang akan menggantikan posisi pimpinan daerah tersebut. Sebab, dalam kondisi tersebut pembangunan di tingkat daerah harus tetap terlaksana dengan baik atau ditingkatkan sesuai apa yang telah dilakukan oleh pimpinan daerah yang masa jabatannya telah usai. Selain pembangunan daerah jalannya pemerintahan daerah juga harus diperhatikan dengan baik demi kesejahteraan masayarakat. (Winatha/balipost)

BAGIKAN