JAKARTA, BALIPOST.com – Pascapengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati akan segera menyusun peraturan pelaksana. “Mengingat undang-undang ini sangat komprehensif, maka prioritas yang akan kami lakukan ialah menyusun peraturan pelaksana,” kata Bintang dalam diskusi “Mengawal Pascapengesahan RUU TPKS” yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Rabu (13/4).
Setelah menyusun draf peraturan pelaksana, dia mengatakan pihaknya juga akan secepatnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat, dengan berkoordinasi bersama kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait serta pemerintah daerah (pemda).
Tujuannya, lanjutnya, agar aspek pencegahan dan penyelenggaraan pelayanan terpadu dapat terlaksana dengan baik. Dia juga memastikan akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait ketentuan pemberian dana bantuan korban dalam RUU tersebut.
Terkait dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Bintang mengatakan pihaknya akan membahas soal pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum serta tenaga pendamping.
Dengan DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi UU, Bintang berharap dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban, serta mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban.
Selain itu juga dapat melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin tidak berulangnya kejadian yang sama, tambahnya. “Tentu saja UU TPKS diharapkan bisa memberikan kepastian dan pemenuhan hak korban,” katanya seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.
Kementerian PPPA telah merilis survei tentang pengalaman hidup anak dan perempuan nasional. Hasilnya antara lain diketahui kekerasan seksual terhadap perempuan usia 15 hingga 64 tahun yang dilakukan selain pasangan meningkat.
Pada 2016 Kementerian PPPA mendata kekerasan seksual berada di angka 4,7 persen atau terjadi pada satu dari 21 perempuan. Jumlah itu naik di 2021 menjadi 5,2 persen atau satu dari 19 perempuan.
Sementara itu, survei nasional terkait pengalaman hidup anak dan remaja, di 2021 diketahui empat dari 100 laki-laki usia 13 hingga 17 tahun dan delapan dari 100 perempuan usia 13 hingga 17 tahun di perkotaan pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apa pun.
Data tersebut menunjukkan permasalahan yang terjadi sebenarnya lebih kompleks dari yang terlihat di permukaan. Kekerasan seksual merupakan tindakan serius dan membutuhkan solusi komprehensif salah satunya melalui UU TPKS. (kmb/balipost)