Reza Lukiawan. (BP/Istimewa)

Oleh Reza Lukiawan

Dorongan konsumen dalam membeli suatu barang umumnya dipengaruhi karena faktor harga. Apalagi saat diskon harga berlaku. Keinginan untuk membeli sering timbul meskipun bukanlah barang yang dibutuhkan.

Secara psikologis harga yang lebih murah dapat menstimulus keputusan dalam membeli suatu barang. Cara yang dilakukan penjual bisa beragam tapi salah satunya dengan menggunakan kata-kata atau kalimat yang memancing dan menarik perhatian konsumen.

Misal, dengan menempelkan stiker atau poster seperti turun harga, murah banget, banting harga, dijamin paling murah dan kata-kata manis lainnya. Penggunaan kata-kata ini merupakan salah satu fitur yang ada dalam nudge teori. Lantas apa yang dimaksud dengan nudge itu sendiri?

Richard Thaler peraih nobel ekonomi yang mengenalkan teori nudge mendefinisikan suatu fitur kecil di lingkungan kita yang menarik perhatian dan bisa merubah perilaku kita tanpa harus disuruh, dipaksa walaupun tanpa mendapat imbalan atau insentif apapun. Sepadan pula yang dijelaskan oleh Bambang Juanda (2021) dalam buku ekonomi eksperimental, nudge merupakan suatu dorongan, pancingan, sentuhan atau perubahan sedikit saja yang dapat mempengaruhi perilaku manusia sehingga orang dengan sukarela mau melakukan atau mengambil keputusan sesuai yang diharapkan.

Baca juga:  Dinamika Sosial Anak Muda

Dari kedua definisi ini bisa kita tarik benang merah bahwa nudge berkaitan dengan perubahan sikap atau perilaku seseorang akibat adanya interaksi di lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, untuk menerapkannya diperlukan rancangan choice architecture yaitu suatu seni dan teknik mengubah lingkungan dengan menggunakan komponen seperti visual design, interaction design, interface design dan bahasa (kalimat).

Aplikasi Nudge Teori

Implementasinya banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari terlebih lagi di ruang-ruang publik. Stiker larangan merokok di stasiun, pemilahan sampah sesuai jenisnya, himbauan pemakaian masker, stiker pembeda toilet pria dengan wanita, marka/tanda untuk parkir kendaraan, atau pada saat pandemi dibuatlah marka pemberi jarak antar orang di eskalator, tanda dan posisi alas kaki di dalam lift agar orang tidak saling berhadapan dan banyak contoh lain.

Adanya simbol, tanda, gambar dan kalimat yang dipakai untuk menerapkan nudge teori ini sangat jelas maksudnya. Sebelum membahas cara aplikasinya, kita ketahui bahwa SNI adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional.

Baca juga:  “Taksu”, Aset Tak Berwujud Bali

Jumlahnya juga terus meningkat tiap tahun, Per Desember 2021 tercatat lebih dari 14.000 SNI telah dibuat. Namun yang berlaku saat ini sejumlah 11.000-an SNI sisanya sudah diabolisi atau tidak berlaku.

Jumlah ini termasuk banyak dan rasanya sia-sia jika ribuan SNI banyak yang tidak diterapkan oleh sektor industri. Bahkan SNI yang dikenal publik saja baru segelintir yang familiar.

Oleh karena itulah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya standar, butuh kerjasama berbagai pihak baik produsen, ritel, konsumen, pemerintah. Penerapan nudge teori khususnya untuk produk yang dijual ke pasar atau yang akan sampai ke tangan konsumen (end user) sebagai contoh yang dijual di pasar ritel modern, dapat menggunakan visual design seperti tanda SNI yang mengarahkan pandangan konsumen ke rak-rak penempatan barang yang ber-SNI misalnya.

Atau melalui bahasa atau kalimat yang memberikan dorongan otomatis konsumen untuk memilih. Secara eksplisit pemanfaatan visual design dan bahasa (kalimat) yang dirancang itu mengandung makna agar konsumen percaya pada barang yang bermutu.

Baca juga:  Tinggi Bangunan dan Otonomi Daerah

Bahkan kepercayaaan publik akan manfaat SNI tidak hanya untuk barang saja termasuk dalam hal pemberian jasa dan layanan yang tersistematis. Bila kita mendatangi suatu kantor layanan publik yang telah menerapkan ISO 9001 sistem manajemen mutu
bukankah rasanya kita percaya bahwa layanan
yang diberikan akan memuaskan?

Apalagi jika juga sudah mengimplementasikan ISO 37001 sistem manajemen anti penyuapan. Nudge teori dengan memasang banner No Suap, No Pungli
hingga dampak buruk korupsi selain memberikan
kepercayaan publik juga akan merubah mindset
dan perilaku yang selama ini terbentuk tatkala
urusan lancar harus ada uang pelicin.

Perlu digarisbawahi SNI dibuat untuk melindungi konsumen dan seluruh rakyat, maka upaya mendorong pemakaian produk dalam negeri yang bermutu, berkualitas sesuai SNI sepatutnya lebih diutamakan. Perubahan itu mampu muncul bila ada suatu pancingan, dorongan yang secara otomatis mempengaruhi pikiran dan keputusan dalam memilih produk ber-SNI.

Penulis, Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi IPB, Periset Standardisasi di Badan Riset dan Inovasi Nasional

BAGIKAN