I Wayan Sastra Gunada, S.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh I Wayan Sastra Gunada, S.Pd.

Pada masa pemulihan pembelajaran pandemi Covid-19 ini, sejumlah media dan ruang-ruang diskusi digital para pendidik dihangatkan dengan wacana kurikulum pendidikan nasional. Hal ini tak terlepas dari kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang meluncurkan paket Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada 11 Februari 2022 lalu.

Bukan hal baru bahwa dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan satu dokumen penting yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum memuat tujuan pendidikan, visi dan misi sekolah, serta seperangkat rencana pembelajaran yang terbingkai dalam struktur kurikulum.

Muatan kurikulum tersebutlah yang menjadikan
kurikulum sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran di masing-masing sekolah utamanya untuk memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik. Sehingga, keberadaan dan pemahaman atas kurikulum merupakan hal yang mutlak demi terarahnya penyelenggaraan pendidikan di masing-masing satuan pendidikan.

Kurikulum Merdeka menjanjikan harapan baru utamanya bagi dunia pendidikan kita. Sebagai produk hasil penyempurnaan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Merdeka diharapkan dapat memberikan kemerdekaan kepada masing-masing sekolah untuk mengembangkan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang kontekstual.

Baca juga:  Kolaborasi Budaya, Pertanian, dan Pariwisata Bali

Kemerdekaan yang digaungkan dalam kurikulum ini tercermin dalam sejumlah perubahan yang cukup mendasar dari kurikulum sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya, 1) pengelompokan peserta didik ke dalam beberapa fase, 2) dihapuskannya Kompetensi Inti (KI) & Kompetensi Dasar (KD) dan digantikan dengan Capaian Pembelajaran (CP) per fase, 3) jumlah jam pelajaran yang sebelumnya diatur per minggu menjadi per tahun, 4) alokasi waktu pembelajaran yang sebelumnya secara rutin setiap minggu dalam setiap semester menjadi fleksibel sepanjang jumlah jam pelajaran dalam setahun terpenuhi, 5) adanya proyek penguatan profil pelajar Pancasila yang pada kurikulum sebelumnya tidak ada, 6) penilaian yang pada kurikulum sebelumnya terbagi dalam penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan, pada kurikulum yang baru ini kembali dilebur menjadi satu, dll.

Perubahan-perubahan tersebut jelas berdampak terhadap stakeholders pendidikan termasuk guru
didalamnya. Sebagai garda terdepan dan ujung tombak implementasi kurikulum, guru memiliki peran kunci dalam menyukseskan implementasi Kurikulum Merdeka ini.

Baca juga:  Kelelahan Fisik Akibat WFH, Dampak Ikutan Pandemi COVID-19

Sebagai prasyarat, kesuksesan dalam implementasi Kurikulum Merdeka ini sangat tergantung pada kesiapan mental dan pengetahuan/wawasan kita sebagai guru. Kesiapan mental yang dimaksudkan adalah kesiapan untuk mau menerima kenyataan bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan termasuk kurikulum.

Memiliki kesadaran seperti ini penting agar guru memiliki dorongan untuk move on, sehingga tidak terjebak dalam kebiasaan-kebiasaan lama yang secara prinsip berbeda dengan Kurikulum Merdeka. Namun demikian, bertolak belakang dengan hakikat guru sebagai pembelajar sepanjang hayat guna untuk menjawab tuntutan perubahan, sebuah studi mengungkapkan satu fakta ironi.

Fakta tersebut adalah banyak dari kita, guru-guru Indonesia, malas bahkan tidak suka membaca hingga
disinyalir menjadi salah satu masalah di dunia pendidikan kita (https://litbang.kemendagri.go.id/).
Hal ini tentu sangat memprihatikan mengingat peran guru sebagai salah satu sumber informasi bagi siswa.

Baca juga:  Sah, Kurikulum Merdeka Berlaku Nasional

Terlebih membaca merupakan satu upaya penting untuk memperoleh berbagai informasi. Korelasi wawasan guru terhadap kesuksesan implementasi kurikulum, otomatis mensyaratkan guru melakukan sejumlah upaya untuk mendapatkan pemahaman yang cukup sebagai modal dalam implementasi suatu kurikulum.

Menyadari hal tersebut, pada saat yang bersamaan dengan peluncuran Kurikulum Merdeka, Mendikbudristek, Nadiem Makarim juga sekaligus meluncurkan Platform Merdeka Mengajar. Melalui menu Pelatihan Mandiri di platform ini, guru-guru disediakan berbagai materi pelatihan seperti Merdeka Belajar, Kurikulum, Profil Pelajar Pancasila, dan lain-lain yang dapat diikuti guru secara mandiri.

Dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan diri, kita sebagai guru dapat berfokus untuk melengkapi kekurangan tersebut. Harapannya, berbagai upaya yang dilakukan tersebut di atas mampu menebalkan wawasan sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri dalam menyukseskan implementasi Kurikulum Merdeka, baik selama masa pemulihan pembelajaran Covid-19 maupun nanti saat implementasi serentak di tahun 2024.

Penulis Guru Bahasa Inggris di SMPN Satu Atap 2 Batukandik

BAGIKAN