DENPASAR, BALIPOST.com – Penyidik Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan para pelaku jaringan Negara Islam Indonesia (NII) terus bergerak. Bahkan mereka berupaya melengserkan pemerintah yang berdaulat sebelum Pemilu 2024. Selain itu pergerakannya cukup masif di beberapa wilayah Indonesia salah satunya Bali.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid menegaskan NII merupakan induk dari jaringan teror yang memiliki tujuan akhir ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau sistem agama menurut mereka.
‘’NII itu jelas merupakan induk dari semua jaringan teror di Indonesia, dimana pada tahun 1993 NII mengikuti perkembangan geopolitik global hingga akhirnya pecah mejadi JAT (Jamaah Ansharut Tauhid), JAD (Jamaah Ansharut Daulah??), dan sebagainya,” kata Nurwakhid dalam keterangan pers Pusat Media Damai BNPT yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, penangkapan terhadap 16 anggota NII menjadi langkah tepat oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. Penangkapan terhadap anggota NII yang ingin menggulingkan pemerintahan sah sebelum 2024 itu adalah langkah preventive justice (pencegahan) dan antisipasi dini, tambahnya.
“Justru ini sebagai upaya antisipasi semenjak dini. Jadi, yang namanya penanggulangan terorisme itu sesuai amanat UU Nomor 5 Tahun 2018, harus secara holistic (menyeluruh), komprehensif dari hulu sampai hilir. Hilirnya adalah proses hukum atau law enforcement, hulunya adalah pencegahan yaitu preventive justice, dengan menangkap dan menindak,” jelasnya.
Akademisi Unud, Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H., M.S., Rabu (20/4) mengatakan, NII adalah suatu gerakan kejahatan ideologi yang sangat terselubung dan tampaknya akan tidak pernah lenyap dari bumi Indonesia. Sesungguhnya gerakan ini sudah lama melakukan aksi ingin merubah ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan Pancasila.
“Bahkan yang pernah saya baca, justru (pergerakannya) secara masif dan sistematis ingin melengserkan pemerintahan yang sah dan berdaulat sebelum pemilu 2024. Gerakan semacam ini tidak boleh tumbuh dan berkembang di negara Pancasila,” tegas Prof. Rai.
Rai mengungkapkan, sebetulnya NII merupakan gerakan radikal dan teroris di Indonesia. Gerakan ini sangat berbahaya, karena itu pemerintah harus selalu mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap gerakan-gerakan yang sangat membahayakan masa depan republik ini. “Kita perlu selalu waspada. Selain itu kita harus menyadari bahwa gerakan-gerakan itu bukanlah peristiwa yang insidental atau tergantung pada perorangan, akan tetapi benar-benar dilakukan dalam kelompok masyarakat dan dalam satuan sosial yang tidak kecil yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara ini,” ujarnya.
Dengan perencanaan yang matang dan terarah melalui organisasi serta koordinasi yang sangat rapi dengan motivasi dan faham ideologi yang jelas, tidak sekadar di permukaan tapi gerakannya terselubung di bawah tanah. Dengan demikian kita wajib selalu waspada dan juga wajib tau terhadap kerawanan-kerawanan yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia yang kita cintai ini. Untuk itu kita perlu menentukan konsepsi kewaspadaan bersama atau nasional yang disusun atas dasar kepentingan nasional demi keselamatan dan kelestarian negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
Sementara Kapolsek Denpasar Selatan (Densel) Kompol Gede Sudyatmaja mengaku telah melakukan pendekatan tokoh-tokoh agama. Selain itu seluruh masyarakat Densel juga diimbau meningkatkan kewaspadaan. “Kami selalu menekankan ke anggota, khususnya Bhabinkamtibmas agar terus mengimbau dan mengedukasi masyarakat untuk mewaspadai gerakan NII maupun radikalisme,” tegasnya.
Hasil pantauan dan anggotanya di lapangan, menurut Kompol Sudyatmaja, hingga saat ini belum ada indikasi gerakan NII maupun radikalisme. (Kerta Negara/balipost)