MANGUPURA, BALIPOST.com – Tanaman Vanili pernah menjadi primadona di Kabupaten Badung. Bahkan, tanaman ini mendapat julukan emas hijau oleh masyarakat, khusus di Badung Utara lantaran memiliki nilai jual tinggi.
Sayangnya, budidaya Vanili vakum hampir 10 tahun akibat serangan penyakit busuk batang yang disebabkan jamur Fusarium Oxysporum. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, I Wayan Wijana Guna usai membuka pelatihan pengembangan Vanili di BPP Petang, Senin (25/4) mengatakan saat ini upaya pengembangan komoditas vanili di Badung kembali menggeliat setelah vakum hampir 10 tahun akibat serangan penyakit busuk batang.
Karena itu, diperlukan waktu 10 sampai 15 tahun untuk bisa kembali melakukan budidaya vanili. “Saat ini harga Vanili basah sekitar Rp230 ribu per kg sedangkan vanili yang sudah dikeringkan bisa mencapai harga Rp2 juta per kg. Ini menjadi salah satu faktor yang memotivasi petani untuk kembali menggeluti pengembangan vanili,” ungkapnya.
Menurutnya, pengembangan vanili saat ini telah mencapai luas sekitar 20 Ha. Melihat besarnya animo petani ini, pihaknya mencoba memfasilitasi dengan memberikan pelatihan tentang teknik budidaya vanili yang baik dan benar.
“Kami berupaya mengembalikan masa kejayaan Vanili yang sempat menjadi primadona petani di Badung Utara. Bahkan pernah mendapatkan julukan Emas Hijau,” tegasnya.
Seperti diketahui, vanili adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan termahal kedua di dunia, sehingga sebutan lainnya adalah emas hijau. Harganya mahal karena budidaya dan proses pasca panen lebih rumit dibandingkan tanaman lain. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong.
“Banyak orang yang tertarik untuk membudidayakan tanaman vanili dengan keuntungan tingginya. Dalam pembudidayaan vanili ini memang membutuhkan teknik khusus dalam tempat hidup dan kondisi lingkungan,” pungkasnya. (Parwata/balipost)