JAKARTA, BALIPOST.com – Risiko ketidakpastian pada 2023 masih tinggi. Ini dikarenakan meningkatnya risiko global seperti geopolitik, tekanan inflasi, dan pengetatan moneter, meskipun pandemi COVID-19 diproyeksikan lebih terkendali.
“Seluruh risiko global ini memiliki dampak kepada penerimaan negara namun pada saat yang bersamaan APBN akan tetap melakukan perlindungan masyarakat dan transfer ke daerah,” jelas
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2022 di Jakarta, dikutip dari Kantor Berita Antara, Kamis (28/4).
Meski begitu, ia menekankan kebijakan APBN pada tahun depan akan tetap mengarah kepada konsolidasi menuju defisit di bawah tiga persen dari produk domestik bruto (PDB). Tetapi, pagu alokasi belanja kementerian/lembaga harus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian belanja pemerintah harus dipertajam menjadi fleksibel, produktif efisien, efektif, dan antisipatif merespons dinamika perekonomian. “APBN berfungsi sebagai shock absorber,” ujarnya.
Suahasil menjelaskan, belanja pemerintah pada tahun 2023 diarahkan untuk penajaman belanja sejalan dengan phasing out penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi, fleksibilitas belanja dalam mengantisipasi ketidakpastian, serta peningkatan pelayanan.
Sementara, anggaran tahun depan diprioritaskan untuk meningkatkan produktivitas perekonomian melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyelesaian pembangunan infrastruktur, dan reformasi birokrasi. “Di dalam kami mendesain rencana kerja pemerintah, inilah kondisi fiskal dan arahan dari kebijakan fiskal ke depan,” tuturnya.
Dirinya pun berharap agar seluruh rencana kerja tersebut bisa diwujudkan untuk mendorong pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat Indonesia. (kmb/balipost)