JAKARTA, BALIPOST.com – Pejabat di Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa pemerintah menghabiskan anggaran Rp2,78 triliun untuk membiayai perawatan transfusi darah hingga obat-obatan bagi pasien thalasemia pada tahun 2020. “Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat,” kata Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Elvieda Sariwati dikutip dari Kantor Berita Antara, Selasa (10/5).
Ia mengatakan pembiayaan thalasemia menempati posisi kelima di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke. Thalasemia adalah penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. “Penyakit tersebut bisa dicegah melalui deteksi dini,” katanya.
Thalasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat. Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat atau tidak bergejala, hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisa hemoglobin. “Cara mengetahui seorang talasemia dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan Analisa Hb,” katanya.
Berdasarkan data dari Yayasan thalasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus thalasemia yang terus menerus. Sejak tahun 2012 sebanyak 4.896 kasus hingga bulan Juni Tahun 2021 data penyandang talasemia di Indonesia sebanyak 10.973 kasus.
Elvieda mengatakan deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi pembawa sifat thalasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat. Secara klinis ada tiga jenis talasemia, yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor atau pembawa sifat.
Pasien thalasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup sebanyak dua hingga empat kali seminggu. Berdasarkan hasil penelitian Eijkman tahun 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan thalasemia mayor sekitar 20 persen atau 2.500 anak dari jumlah penduduk di Indonesia sekitar 240 juta.
Ia mengatakan pasien thalasemia intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin. Sementara pasien talasemia minor secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah. “Sampai saat ini thalasemia belum bisa disembuhkan namun dapat dicegah kelahiran bayi thalasemia mayor dengan cara menghindari pernikahan antarsesama pembawa sifat, atau mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat thalasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu,” katanya. (kmb/balipost)