DENPASAR, BALIPOST.com – Sebagai implementasi Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi Dalam Bali Era Baru, Gubernur Bali Wayan Koster telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Bali Nomor 06 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Wariga dengan Upacara Wana Kerthi. Perayaan Rahina Tumpek Wariga dilaksanakan secara serentak di seluruh Bali pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Wariga) tanggal 14 Mei 2022, diawali kegiatan niskala pada pukul 09.00-10.00 WITA, dilanjutkan kegiatan sekala pada pukul 10.00 WITA hingga selesai.
Kebijakan ini mendapat dukungan dan apresiasi dari Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A. (Guru Besar yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar), Dr. Drs. I Gusti Ketut Widana, M.Si. (Akademisi Unhi Denpasar), dan Dr. I Nyoman Sudanta, S.Ag., M.Si. (Akademisi Unhi Denpasar) dalam Dialog Merah Putih “Tumpek Wariga Sebagai Pemuliaan Wana Kerthi” di Warung Coffee 63 Denpasar, Rabu (11/5).
Menurut Prof. Made Surada, kebijakan Gubernur Bali tentang Perayaan Rahina Tumpek Wariga dengan upacara Wana Kerthi sebagai upaya untuk memperkuat dan memberikan ruang kepada umat Hindu untuk memuliakan lingkungan. Selain itu, Upacara Rahina Tumpek Wariga momentum untuk menghormati serta memuliakan bumi. Sehingga konsep bhuwana agung dan bhuwana alit yang diajarkan dalam Agama Hindu benar-benar diimplementasikan secara harmonis untuk mendapatkan keseimbangan konsep Tri Hita Karana. “Kebijakan Gubernur ini, menurut saya sangat luar biasa, karena memberikan suatu ruang yang lebih luas, mempertegas, memperjelas untuk perayaan Rahina Tumpek Wariga ini kepada seluruh unat Hindu di Bali,” ujar Prof. Surada.
I Gusti Ketut Widana mengatakan bahwa Gubernur Koster merupakan pemimpin yang paling peduli dengan adat, budaya, dan keajegan Bali melalui regulasi-regulasi. Salah satunya melalui Instruksi Gubernur Bali Nomor 06 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Wariga dengan Upacara Wana Kerthi ini. Baginya, kebijakan ini merupakan suatu bentuk komitmen Gubernur Koster terhadap bagaimana Bali yang kuat adat, budaya, dan berjiwakan Agama Hindu semakin dikuatkan. “Ketika kita berbicara tentang pembangunan Bali, maka tidak boleh dilepaskan dari unsur-unsur yang menjiwai bhuawa agung adan bhuwana alit. Karena dalam implementasi ajaran-ajaran agama, lewat rerainan atau ritual dalam bentuk tumpek-tumpek semuanya sudah dikorelasikan dengan Sat Kethi dalam konteks ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’,” tandas I Gusti Ketut Widana.
Dikatakan, ritual Tumpek Bubuh, nama lainnya Tumpek Pangatag/Pangarah, Tumpek Wariga, bahkan acapkali disebut otonan punyan (tumbuh-tumbuhan), adalah salah satu dari sekian banyak jenis ritual Hindu. Secara teologis, Tumpek Bubuh adalah upacara persembahan kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Sangkara, yang secara ekologis tidak lain dari unsur tumbuh-tumbuhan atau pepohonan yang menjadi cikal bakal terbentuknya kawasan hutan (wana) dengan segala fungsinya.
Relevansinya dengan ritual Tumpek Bubuh dan Wana Kerthi, umat disugesti, tidak semestinya hanya bermain di tataran simbolik ekspresif, tetapi meningkatkannya melalui perbuatan real, dalam bentuk kegiatan aksi environmental hingga pelestarian lingkungan alam atau hutan. “Sudah saatnya umat Hindu mentransformasi dimensi ritual apapun itu, termasuk Tumpek Bubuh dan Wana Kerthi ke dalam tataran behavioral mengarah environmental. Hanya dengan begitu ritual simbolik akan lebih nyata maknanya dalam laksana dan tentunya berguna bagi keberlangsungan kehidupan segenap makhluk,” tandas I Gusti Ketut Widana.
Sementara itu I Nyoman Sudanta mengatakan bahwa perayaan upacara Rahina Tumpek Wariga sejatinya telah diajarkan oleh leluhur sejak dahulu. Yaitu, bagaimana mencintai dan memelihara alam lingkungan. Sebab, banyak manfaat yang diberikan oleh alam lingkungan tersebut. Namun, dengan kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Koster ini lebih mempertegas dan memperjelas pelaksanaan tata titi upacara Rahina Tumpek Wariga. Sehingga dengan demikian umat Hindu lebih mencintai dan memuliakan alam lingkungannya. Apalagi, Rahina Tumpek Wariga ini berhubungan dengan hari raya Galungan.
“Hanya Tumpek Wariga inilah yang berhubungan dengan hari raya Galungan, yaitu persiapan tentang sarana prasarana. Sehingga, dari fungsinya akan membantu umat manusia, apalagi Pemerintah Provinsi Bali mengarahkan kita di Bali menggunakan hasil dari buah-buahan lokal, sehingga kembali mengerucut pada konsep Wana Kerthi. Selain aman, nyaman, damai, juga tidak merasa beban di dalam merayakan atau menyongsong hari raya Galungan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)