DENPASAR, BALIPOST.com – Kisruh yang terjadi di Desa Adat Renon, Denpasar Selatan akhirnya mendapat rekomendasi dari Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar. Rekomendasi ini keluar setelah sebelumnya digelar pertemuan di Kantor Wali Kota Denpasar, Senin (9/5).
Dalam rekomendasi MDA Denpasar No 19/MDA-KOTADPS/V/2022 ditandatangani Bendesa Madya MDA Denpasar, Dr. Drs. A. A. Ketut Sudiana, SH., A.MA, M.H., dan Penyarikan Madya MDA I Made Ada Adnyana, diterima Bali Post, Jumat (13/5), terdapat 4 rekomendasi. Ada dua poin penting dalam rekomendasi itu.
Pertama, meminta menggelar paruman ulang yang membahas tentang laporan pertanggungjawaban pembangunan Desa Adat Renon tahun anggaran 2021. Paruman ulang ini digelar karena sebelumnya jumlah peserta belum kuorum sesuai pawos No 5 Awig-awig Desa Adat Renon tahun 2007.
Dalam pawos tersebut menyatakan untuk peserta dinyatakan kuorum yang hadir yakni 50 persen plus 1. Alasan kedua, yakni belum diberikannya hak jawab kepada jro bendesa atas LPJ yang ditolak.
Poin kedua, terhadap pengunduran diri jro bendesa pada paruman sebelumnya akan kembali dipertegas pada paruman yang akan digelar ulang. MDA Denpasar juga menyebutkan, bila tidak ada kesepakatan dengan rekomendasi ini, agar melanjutkan hal ini kepada MDA Provinsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pertanggung jawaban dan pengunduran diri bendesa adat di Desa Adat Renon, yang berbuntut pada penyegelan kantor bendesa setempat, akhirnya sampai di Pemkot Denpasar. Menurut Bendesa Adat Renon, I Wayan Suarta, permasalahan ini muncul dari dibentuknya Bakamda di Desa Adat Renon.
Saat sosialisasi dua banjar telah setuju yakni Banjar Pande dan Banjar Tengah. “Saat sosialisasi Banjar Peken dan Banjar Kelod tidak setuju, padahal saat rapat-rapat setuju,” katanya.
Buntutnya terjadi penarikan Kertha Desa dan Sabha Desa oleh dua banjar tersebut, termasuk pecalang oleh Banjar Kelod. Hingga akhirnya pada 3 April 2022 dilakukan pertanggungjawaban keuangan tahun 2021.
Yang datang menurut Suarta saat itu tidak kuorum karena kurang dari 50 persen krama. Namun karena situasi semakin tidak kondusif, Suarta pun memutuskan untuk mengundurkan diri. (Asmara Putera/balipost)