Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah dan menjadi potensi yang sangat besar terhadap peningkatan pembangunan pertanian dalam arti luas. Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Perikanan dan Peternakan telah menunjukkan resiliensi yang sangat kuat terutama pada saat terjadi Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun.

Kondisi ini semakin membukakan perhatian kita untuk semakin serius mengelola pembangunan pertanian sebagai salah satu sektor dalam pembangunan ekonomi di Indonesia termasuk Bali. Di Bali, selama ini sektor pertanian bertumbuh sangat lambat dibandingkan dengan sektor lainnya, seperti industri
dan jasa termasuk pariwisata akibat berbagai faktor termasuk kebijakan pemerintah.

Gubernur Bali telah mereorientasi pembangunan Bali melalui penyusunan Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali,
Menuju Bali Era Baru: Hijau, Tangguh dan Sejahtera. Hal ini menunjukkan kepekaan Gubernur terhadap pembangunan pertanian di Bali, dimana saat ini sektor pertanian merupakan prioritas utama dalam pembangunan Bali.

Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat perlu bersama-sama untuk saling bahu membahu di dalam membangun pertanian di Bali sehingga memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam
perekonomian Bali. Hari kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tahun, yaitu 20 Mei agar dimaknai sebagai momen kebangkitan pertanian.

Baca juga:  Kebangkitan Nasional dan Peradaban Baru

Sektor pertanian harus menjadi salah satu kekuatan
yang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan sekaligus sebagai lokomotif membangkitkan sektor pertanian. Sekaligus memberikan peningkatan
kesejahteraan bagi para petani dan pelaku industri pertanian, baik di hulu maupun di hilir.

Beberapa aspek yang perlu semakin diperhatikan dalam membangkitkan pertanian adalah sejalan dengan makna pertanian itu sendiri, yaitu sebagai suatu proses produksi yang khas yang didasarkan proses pertumbuhan tanaman dan hewan yang dilakukan oleh petani dalam suatu lahan usahatani sebagai suatu perusahaan yang mempertimbangkan
biaya dan penerimaan. Pada proses produksi sebagai komponen pertama dalam pertanian membutuhkan adanya peningkatan teknologi budidaya pertanian yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.

Inovasi dan teknologi baru dapat dihasilkan oleh Badan Riset Daerah, Pusat-Pusat Penelitian Pertanian, Perguruan Tinggi, Industri Pertanian dan lembaga lainnya yang memiliki peran dalam penemuan dan pengembangan teknologi pada bidang pertanian. Kolaborasi di antara institusi tersebut akan dapat menghasilkan teknologi pertanian yang aplikatif serta didukung melalui kebijakan-kebijakan adaptif pemerintah.

Baca juga:  Revitalisasi dan Regenerasi Pengawas Sekolah

Pada komponen kedua yaitu petani agar senantiasa dilakukan penyuluhan dan pelatihan kepada mereka di dalam upaya untuk memperkuat kapasitas petani baik secara individual maupun kelompok. Pada era saat
ini, perlu semakin didorong keterlibatan petani-petani milenial atau generasi muda yang memiliki skill tinggi dalam penguasaan informasi dan teknologi (IT).

Pertanian ke depan harus dipenuhi oleh sentuhan-sentuhan teknologi dan berbasis digitalisasi sehingga
dapat terwujud pertanian yang modern dan berorientasi agribisnis serta pengelolaan yang
profesional. Dalam jangka pendek, pelatihan-pelatihan
terhadap petani milenial agar semakin ditingkatkan intensitasnya guna menjadikan pertanian sebagai sektor yang sangat diminati oleh generasi muda karena memberikan manfaat ekonomis.

Pendampingan-pendampingan kepada para petani konvensional dan milenial dapat dilakukan secara bersinergi antara pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang memiliki relevansi dengan penguatan kapasitas petani. Lahan usaha tani sebagai komponen ketiga dalam pertanian dapat dilakukan perbaikan-perbaikan guna menjaga kesuburan lahan yang berbasis pada pertanian organik sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Sistem Pertanian Organik.

Baca juga:  Sukses Tangani "Stunting" dan Ketahanan Pangan

Penerapan sistem pertanian organik merupakan rangkaian yang utuh dari komponen pertani yang pertama (proses produksi), kedua (petani) dan ketiga (lahan) termasuk komponen keempat (perusahaan). Terbatasnya penguasaan lahan dan status penguasaan lahan di bali, sangat membutuhkan adanya intensifikasi pertanian yang berteknologi dan menerapkan manajemen agribisnis yang inklusif untuk memberikan keuntungan ekonomis bagi seluruh pelaku rantai pasar (supply chain) produk pertaniane termasuk petani.

Hal ini merupakan bagian dari peningkatan komponen keempat pertanian yaitu perusahaan yang mempertimbangkan biaya dan penerimaan. Penguatan integrasi komponen-komponen pertanian agar semakin didorong di dalam upaya untuk mewujudkan Kebangkitan pertanian yang memberikan dampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta memperbaiki kesejahteraan para petani, baik konvensional maupun milenial.

Penulis Ketua HKTI Bali, Ketua Perhepi Bali, Rektor Dwijendra University-Denpasar

BAGIKAN