Tangkapan layar Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan dalam Pembukaan GPDRR ke-7, Rabu (25/5) di Nusa Dua. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Daya tahan dan kesiapsiagaan bencana sangat menentukan angka kerugian yang ditanggung akibat bencana. Makin tidak siap, makin besar kerugiannya. Demikian dikemukakan Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam Pembukaan 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction, Rabu (25/5) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.

Menurut Presiden dengan tantangan kebencanaan yang berat karena adanya ancaman perubahan iklim, masyarakat dan pemerintah harus siaga dan sigap dalam menghadapi setiap bencana. Caranya dengan membangun sistem peringatan dini multibencana serta mewujudkan masyarakat yang sadar dan tangguh bencana.

Dalam GPDRR kali ini, lanjut Jokowi, pemerintah Indonesia menawarkan konsep resiliensi berkelanjutan. “Sebagai solusi untuk menjawab tantangan risiko sistemik menghadapi semua bentuk bencana, termasuk menghadapi pandemi. Sekaligus mendukung implementasi pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

Baca juga:  Dulang Suara Rakyat di Pilgub Bali, Reklamasi Teluk Benoa Jadi "Komoditi" Politik

Konsep tersebut, dipaparkan Jokowi, mencakup sejumlah upaya. Pertama, memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif menghadapi bencana, pendidikan aman bencana, serta kelembagaan pemerintah dan sosial yang sinergis terhadap bencana harus menjadi prioritas kita bersama.

Kedua, semua negara harus berinvestasi dalam science, teknologi, dan inovasi, termasuk menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi. Akses pendanaan merupakan isu penting yang harus ditangani secara serius. Indonesia menyusun strategi pendanaan dan asuransi bencana dengan membentuk dana bersama serta penggunaan dana pembangunan di tingkat desa melalui dana desa untuk mendukung upaya mitigasi dan kesiapsiagaan,” papar Jokowi.

Baca juga:  Telan Dana Rp1,4 Triliun, Bendungan Tiu Suntuk Siap Aliri 1.900 Hektare Lahan Pertanian

Ketiga, membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh tehadap perubahan iklim. Selain mitigasi infrastruktur fisik seperti dam, pemecah ombak, waduk, dan tanggul, infrastruktur hijau seperti hutan mangrove, cemara udang, vetiver mencegah longsor, serta pembangunan ruang terbuka hijau harus menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur. “Perlindungan pada masyarakat kelompok rentan yang tinggal di daerah berisiko tinggi harus mendapatkan perhatian,” sebutnya.

Keempat, berkomitmen mengimplementasikan kesepakatan global di tingkat nasional sampai lokal. “Kerangka Kerja Sendai, Kesepakatan Paris, dan SDGs (Sustainable Development Goals) merupakan persetujuan internasional yang penting dalam upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim. Saya mengajak seluruh negara untuk berkomitmen dan bersungguh-sungguh mengimplementasikannya,” ajak Jokowi.

Baca juga:  Melanggar, Puluhan Perusahaan di Badung Terancam Dibekukan Izin Lingkungannya

Pengurangan risiko bencana adalah investasi efektif untuk mencegah kerugian di masa depan. Karena itu, kami menegaskan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Kerangka Kerja Sendai serta komitmen internasional lainnya. Indonesia juga siap berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam mitigasi bencana. Sebagai negara rawan bencana, Indonesia mempunyai akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang bisa menjadi pelajaran penting bagi dunia tapi Indonesia juga sangat ingin belajar dari pengalaman internasional,” kata Jokowi. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN