DENPASAR, BALIPOST.com – Toast Arak Tradisional Lokal Bali menjadi sambutan penghangat Gubernur Bali, Wayan Koster kepada Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Adv. Dr. H. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, SH., MH., CLA., CIL., CLI., CRA., beserta ratusan peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KAI dari seluruh Indonesia. Mereka hadir dalam acara jamuan makan malam di Jayasabha, Denpasar, Minggu (29/5) malam.
Selain memperkenalkan Arak Tradisional Lokal Bali, dihadapan peserta Rakernas KAI, Gubernur Koster juga menyuarakan perjuangan agar KAI ikut serta mengkaji sejumlah Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau Keppres yang ramah terhadap produk impor saat acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KAI yang berlangsung di Kuta, Badung, Senin (30/5).
Gubernur Koster menyampaikan ucapan terimakasih kepada KAI karena telah menyelenggarakan Rakernas KAI di Pulau Bali. Hal ini sangat baik sebagai upaya pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19. “Jamuan arak Bali sudah menjadi jamuan tamu kehormatan Gubernur Bali, seperti Duta Besar hingga Menteri sudah mencoba kualitas arak Bali yang disebutnya enak sekali,” kata Gubernur Koster.
Dikatakan, bahwa saat ini sudah berkembang produksi arak Bali dengan kemasan yang bagus semenjak hadirnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali. Mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menceritakan bahwa dulu tidak boleh arak Bali diproduksi, karena arak dimasukan dalam daftar negatif investasi. “Kita punya produk tradisional lokal berupa minuman di Bali, Sulawesi Utara hingga di NTT yang menjadi sumber penghidupan masyarakatnya, namun ini masuk dalam daftar negatif investasi. Jadi ini lucu, karena impor miras (minuman keras,red) boleh masuk, maka ini logikanya terbalik, yang lokal di larang, tapi impor boleh masuk, kapan ekonomi petani Kita kuat dan kapan petani kita juga mendapat manfaat,” ujar Gubernur Koster.
Untuk itulah, Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini mengajukan perubahan seperti, Perpres yang mengatur tentang daftar negatif investasi minuman lokal tradisional di berbagai daerah. Selain berjuang memberikan keberpihakan kepada petani yang mengeluti minuman tradisional lokal berupa arak Bali, Gubernur Koster dihadapan peserta Rakernas KAI juga menyebut ada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium.
Kata Gubernur Koster, hal ini juga lucu. Sebab, Bali adalah satu daerah yang memiliki produk garam yang bagus dengan cita rasanya yang khas sampai hotel bintang 5 memakai garam Bali karena membuat masakannya jadi enak. Hingga sampai disukai pasar ekspor, seperti Jepang, Korea dan Eropa karena memiliki khasiat untuk kesehatan.
Namun ada Keppres dan dikuti dengan Peraturan Kementerian Perindustrian tentang Garam Berodium yang harus berstandar SNI menjadikan Garam Tradisional Lokal Bali bisa diekspor, tapi di Bali tidak bisa masuk ke supermarket, swalayan dan pasar modern lainnya. Sebab, regulasi tersebut tidak masuk SNI akibat garam Bali itu yodiumnya kurang dari 20 persen.
“Saya pertanyakan, apa masalahnya kalau garam Bali ini kurang dari 20 persen yodiumnya. Padahal di daerah Karangasem, Klungkung, Buleleng, Jembrana penghasil garam tradisional dan saya termasuk orang yang sudah mengkonsumsi garam lokal sejak kecil. Kalau karena kurang yodium dan dampaknya akan stunting atau gondok, saya kira dari dulu masyarakat setempat ramai-ramai gondok atau ramai-ramai stunting, ternyata tidak ada. Jadi teori 20 persen yodiumnya itu menurut saya tidak akurat,” tegas Gubernur Koster.
Atas dasar itulah, pihaknya meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merubah regulasinya. Sehingga sekarang garam Bali sudah bisa masuk ke pasar modern, seperti supermarket dan swalayan melalui Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. “Tapi saya menyarankan agar pemerintah merubah Keppres Nomor 69 Tahun 1994, karena menghambat,” tandasnya.
Oleh karena itu, meskipun KAI merupakan organisasi advokat, Gubernur Koster mengusulkan supaya dalam Rakernas KAI mengkaji sejumlah regulasi, ada Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres, dan Peraturan Menteri yang ramah terhadap produk impor. “Ini tidak benar. Kalau kita masih ramah pada impor, maka selamanya petani kita tidak akan sejahtera. Begitu dia panen, lalu datang produk impor, jadi ngak bisa laku hasil produksi petani kita. Meskipun harga impor lebih rendah dan murah, tapi siapa yang kita sejahterakan sejatinya. Kalau yang lokal kita hidupi, walaupun harganya lebIh tinggi, tapi yang menikmati itu adalah ekonomi lokal atau ekonomi Indonesia,” ujar Gubernur Bali jebolan ITB ini.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Koster memastikan Bali sudah aman dan kondusif dari pandemi COVID-19. Sehingga kegiatan Rakernas KAI tidak perlu daring tapi bisa langsung hadir ke Bali. Sebab, capaian vaksinasi di Bali sangat tinggi. seperti vaksinasi pertama 106 persen, vaksinasi kedua 97 persen, dan vaksinasi ketiga (booster) sudah mencapai 70 persen atau tertinggi dan tercepat di Indonesia. “Kehadiran peserta Rakernas KAI di Pulau Bali adalah bagian dari pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali, itulah sebabnya saya sangat semangat sekaligus mengapresiasi kehadiran Advokat di Indonesia. Kalau yang hadir ini katakannlah 500 sampai 600 orang, dan setiap satu orang satu kamar, berarti 500 atau 600 kamar terisi serta yang punya hotel mulai tersenyum dia. Jadi terimakasih sekali kepada Presiden KAI telah membikin acara di Bali, ini sangat membantu kami memulihkan ekonomi dan pariwisata di Bali,” ungkap Gubernur Koster.
Presiden KAI, Adv. DR. H. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, SH.,MH.,CLA.,CIL.,CLI.,CRA., mengucapkan terimakasih kepada Gubernur Koster yang telah menjamu makan malam serta menghadiri Rakernas KAI. “Perlu saya laporkan ada 1.000 orang yang datang ke Bali sejak 3 sampai 4 hari yang lalu. Padahal acara Kongresnya hanya 1 hari saja, tapi sisanya lagi 4 hari mereka (peserta kongres, red) memanfaatkan waktunya di Bali untuk liburan,” pungkasnya. (kmb/balipost)