DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Ketua LPD Kota Tabanan, Ir. Nyoman Bawa (58) secara terus terang mengakui ada sebagian dana LPD Kota Tabanan digunakan untuk foya-foya di kafe remang-remang dan digunakan sewa hotel usai dugem. Sebagian lagi digunakan berobat dan biaya hidup sehari-hari.
Atas kelakuannya itu, oleh JPU dari Kejari Tabanan, Nyoman Bawa, Kamis (2/6) malam, dituntut pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi seluruhnya selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Selain itu, Bawa juga dituntut membayar denda Rp300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dipidana kurungan selama enam bulan.
Dalam sidang pimpinan Heriyanti itu, jaksa juga menguraikan tuntutan lain. Yakni, menghukum terdakwa Ir. Nyoman Bawa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp2.803.080.000 paling lama dalam waktu satu bulan setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka dipidana dengan pidana penjara selama empat tahun.
Sebelum pada tahap kesimpulan dalam surat tuntutannya, jaksa menguraikan sejumlah pertimbangan. Pertama, yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana untuk berfoya foya. Yang meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak mengulanginya. Terdakwa belum pernah dihukum dan tulang punggung keluarga.
Dalam kasus ini, JPU menyatakan Bawa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 199 9 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan primair.
Sedangkan rekannya, Sekretaris LPD Kota Tabanan, Cok Istri Adnyana Dewi (55), oleh jaksa dituntut lebih ringan. Dia dituntut pidana empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan, dan uang pengganti ratusan juta.
Sebelumnya, Nyoman Bawa mengakui terus terang dana yang digunakan selain kepentingan pribadi seperti berobat dan kebutuhan keluarga, juga digunakan untuk dugem. Dia keliling ke sejumlah kafe remang-remang.
Sekali dugem ke kafe, terdakwa Bawa mengaku habis Rp 5 juta. Hakim pun sempat marah, dan heran dana LPD dipergunakan maksiat hanya untuk kesenangan pribadi terdakwa Bawa. “Ini akan menjadi pertimbangan hukum kami, bahwa dana LPD digunakan untuk maksiat dan sangat jauh dari tujuan awal LPD untuk mensejahterakan masyarakat adat,” terang hakim. (Miasa/balipost)