DENPASAR, BALIPOST.com – Melalui Surat Edaran (SE) Gubenur Bali Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan PLTS Atap di Provinsi Bali, Gubernur Bali, Wayan Koster tengah mengembangkan dan menata wilayah dan lingkungan Provinsi Bali yang bersih, hijau dan indah melalui Bali Energi Bersih dengan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Tujuannya, untuk mewujudkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi sebagai dasar untuk menjaga alam beserta isinya serta lingkungan yang bersih, hijau, dan indah bagi kehidupan masyarakat dalam Bali Era Baru.
Selain juga untuk menjaga dan melestarikan iklim dengan mengurangi pemanasan global dan emisi karbon. Langkah ini pun diparesiasi.
Akademisi Politeknik Negeri Bali yang juga pengusaha dibidang kelistrikan, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si., mengatakan bahwa langkah pemanfaatan PLTS Atap ini merupakan kebutuhan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya. Guna mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang sehat, berkualitas, dan berkelanjutan serta mendukung Bali sebagai destinasi pariwisata berkualitas dalam menghadapi perkembangan zaman secara lokal, nasional, dan global. Sehingga, Bali menjadi pulau yang hijau.
Apalagi, dikatakan bahwa sebagai negara tropis pemanfaatan PLTS Atap berpeluang besar untuk digunakan di Indonesia, dan di Bali pada khususnya. Bahkan, peluangnya sangat menjanjikan karena saat ini teknologi penunjangnya sangat maju. Sehingga, diperlukan regulasi yang memadai. Meskipun dalam PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaam Tenaga Listrik sudah diatur tentang ijin usaha pembangkit tenaga listrik.
Sehingga, penyedia PLTS ini tersertifikasi. Apalagi, dalam Peraturan Menteri SDM terkait PLTS bahwa rumah/perkantoran/usaha yang memanfaatkan PLTS Atap ini wajib dilaporkan karena harus disertifikasi. Minimal sertifikasi untuk penggunaan sendiri. Sehingga, dalam penggunaannya aman dan nyaman, serta tidak melanggar aturan.
Apresiasi juga disampaikan oleh Pengamat Lingkungan, Dr. I Made Sudarma, M.S. Dikatakan, bahwa SE Nomor 05 Tahun 2022 merupakan bentuk komitmen dari Pemerintah Provinsi Bali terhadap mitigasi perubahan iklim melalui Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) yang ditandatangani pada tanggal 14 Januari 2020. RPRKD ini sejalan dengan konsep dan filosofi pembangunan Provinsi Bali, yaitu Tri Hita Karana yang menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan.
Upaya pembangunan rendah karbon menjadi langkah strategis untuk mempercepat pencapaian pembangunan rendah emisi dan ekonomi hijau. Apalagi, dikatakan bahwa dampak COVID-19 sangat dirasakan di berbagai daerah, terutama Provinsi Bali yang sumber pendapatan bertumpu pada sektor pariwisata.
Untuk mendorong upaya pemulihan ekonomi daerah, di samping mengembalikan perekonomian juga tetap memperhatikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan melalui “Build Back Better”. Pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau yang menjadi fokus dari RPRKD diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap meningkatnya kegiatan bidang ekonomi. Seperti, lapangan kerja hijau, investasi hijau, dan pertumbuhan ekonomi hijau.
Pada bidang sosial PRK, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap pandemi, perubahan iklim, dan bencana serta di bidang lingkungan adanya penurunan emisi dapat mencegah kepunahan biodiversitas, dan perlindungan kawasan hutan.
Made Sudarma mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali melalui visi pembangunan “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang bermakna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera didasarkan atas landasan filosofi pembangunan Bali, yaitu Tri Hita Karana.
Paradigma pembangunan daerah ini sejalan dengan substansi PRKD, sehingga dalam perencanaan pembangunan daerah ke depan memerlukan adanya koordinasi perencanaan antar sektor yang terintegrasi. Dengan demikian, implementasi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah sesuai visi yang ditetapkan dapat tercapai.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa hasil kajian RPRKD Bali tahun 2021 menunjukkan bahwa apabila pemerintah Provinsi Bali tidak melakukan upaya mitigasi iklim (BaU), jumlah emisi total yang disumbangkan oleh keempat sektor (sektor pertanian, limbah, kehutanan, dan energi) meningkat sangat tajam. Yaitu, dari 3,348,666 ton CO2eq pada tahun 2010 menjadi tiga kali lipatnya pada tahun 2045, yakni sebesar 10,284,276 ton CO2eq.
Penyumbang emisi terbesar adalah sektor energi yaitu sebesar 69,03 % dari total emisi Bali, disusul sektor pertanian sebesar 17,67 %, sektor limbah 12,67 % dan kehutanan 0,63 %. Dari sektor energi ada 2 sub sektor sebagai penyumbang emisi, yaitu subsektor pembangkit dan subsektor transportasi.
Dari subsektor transportasi, Gubernur Koster telah menindaklanjuti pengembangan kendaraan motor listrik berbasis baterai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik. Oleh karena itu, SE Nomor 5/2022 ini diharapkan dapat semakin mempercepat penyediaan dan penggunaan EBT yang selama ini energi listrik lebih banyak disuplai oleh perusahan pembangkit Listrik berbahan bakar fosil (HSD dan batubara).
SE Nomor 05/2022 ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan energi dari pembangkit bahan bakar fosil. Dan secara bertahap mengarah ke EBT, sehingga emisi yang bersumber dari pembangkit fosil secara bertahap bisa dikurangi. Dengan demikian, Bali diharapkan menjadi provinsi percontohan menuju pembangunan rendah karbon. (kmb/balipost)