TABANAN, BALIPOST.com – Desa Adat Piling merupakan salah satu desa adat yang ada di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Desa ini terdiri dari tiga banjar adat yakni Banjar Piling Kawan, Piling Tengah dan Piling Kanginan, dengan jumlah krama adat sekitar 300 KK. Sebagai desa adat, Piling juga memiliki Pura Kahyangan Tiga.
Namun, Desa Adat Piling juga ngempon beberapa pura yang justru berada di luar wilayah desa adat. Ini tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Tabanan dan Desa Adat Piling diberikan tugas ngempon beberapa pura tersebut, seperti Pura Jero Tengah, Pura Manik Selaka, Pura Ninggarsari dan Pura Pucak Kedaton.
Melihat keberadaan pura peninggalan sejarah kerajaan yang sangat unik, dan masih mempertahankan bentuk asli dari zaman batu menjadi potensi untuk nantinya kemungkinan bisa dikembangkan menjadi wisata religi dan wisata sejarah. Hanya saja ini masih terus dilakukan proses penggalian sejarah pura-pura tersebut. Keterkaitan pura ini juga tidak terlepas dari hubungan baik Desa Adat Piling dengan Jro Subamia Tabanan sebagai pangrajeg pura.
Dengan keberadaan pura yang berada di luar wilayah Desa Adat Piling, bahkan ada yang terletak di areal hutan dan Puncak Gunung Batukau, sehingga tidak setiap saat warga atau krama bisa nangkil langsung. Untuk memudahkan warga, maka di Pura Puseh lan Desa Adat Piling juga ada palinggih–palinggih pesimpangan pura tersebut.
Bendesa Adat Piling, I Made Sutarsa mengatakan sesuai program Gubernur Bali “Nangun Sat Kerti Loka Bali”, penguatan desa adat khususnya di Desa Adat Piling secara bertahap terus dilakukan. Tentunya disesuaikan dengan program yang wajib dilaksanakan baik dari segi parahyangan, pawongan dan palemahan. Untuk parahyangan, lanjut kata Sutarsa, Desa Adat Piling memiliki sejumlah pura peninggalan sejarah kerajaan. Keberadaan pura inilah nantinya akan dikembangkan menjadi wisata religi ataupun wisata sejarah, agar generasi muda saat ini bisa tahu tentang sejarah keberadaan Pura tersebut.
“Kami masih terus menggali informasi terkait sejarah tersebut yang nantinya bisa dirangkum, karena selama ini sejarah keberadaan pura masih sebatas dari mulut ke mulut para tetua di desa,” terangnya, Kamis (9/6). Menurutnya, untuk bisa mengali sejarah kerajaan mesti koordinasi dengan panglingsir puri. Hanya saja memang belum bisa dibuat dalam bentuk tulisan lantaran kesibukan adat yang terus ada.
Keunikan lainnya di Desa Adat Piling juga terlihat dari tolerasi antarumat beragama yang sangat dikenal baik, bahkan banyak akademisi datang berkunjung ke desa setempat untuk mengetahui lebih dekat kerukunan umat beragama di desa tersebut. Di mana terlepas dari keberadaan desa adat selaku pangemong pura, di sisi lain di wewidangan Desa Adat Piling tidak hanya dihuni krama Hindu tapi juga umat Kristiani baik Katolik maupun Protestan. Menariknya, perbedaan agama dan keyakinan yang dianut okrama sertemnpat tidak menjadi pertentangan dan perbedaan di masyarakat setempat.
Bahkan tolerasi sudah terjalin dengan baik tanpa melihat agama masing-masing. Apalagi umat Kristiani sebagian besar adalah warga setempat. “Di sini suka duka antara krama Hindu dan Kristiani sangat baik, bahkan saat ada upacara seperti pawiwahan, potong gigi atau kegiatan manusa yadya lainnya, mereka bersinergi, seperti majejaitan, bahkan ada Kristiani yang lebih pintar majejaitan,” ucapnya.
Begitupun tiap hari raya Galungan, warga Hindu melakukan kegiatan ngejot ke tetangga Kristen dan sebaliknya saat hari Natal umat Kristen ngejot ke warga Hindu. (Puspawati/balipost)