Krama Desa Adat Amerta Sari di Kecamatan Sukasada membangun prayangan memanfaatkan kucuran BKK Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Amerta Sari di Kecamatan Sukasada merupakan desa adat yang masuk dalam kawasan pariwisata di Buleleng Selatan. Ini karena desa adat ini berada pada jalur perlintasan wisata Bedugul, Wanagiri, hingga di Desa Gitgit.

Pengembangan pariwisata yang dilakukan dengan mengandalkan infrastruktur yang sudah dibangun pemerintah. Di antaranya, jalan shortcut Singaraja- Mengwitani, pembangunan menara jaringan TV,
dan Monumen Raja Buleleng Ki Anglurah Panji Sakti.

Kelian Desa Adat Amerta Sari Jro Gede Lingga, Jumat (10/6) menuturkan, desa adat yang kini dipimpinnya itu terbentuk 2002. Dengan tahun terbentuknya itu, desa adat ini bisa dibilang desa adat termuda di Buleleng bahkan di Bali.

Sejak terbentuknya, desa adat ini hanya memiliki satu banjar adat dengan nama Banjar Adat Amerta Sari.
Bukan saja menjadi desa adat termuda, krama di desa adat ini juga tergolong kecil. Hasil pencatatan terbaru menunjukan, krama desa yang sebanyak 75 kepala keluarga (KK). Sebagian besar krama desa ini menjadi petani cengkeh, kopi, dan bunga pecah seribu.

Baca juga:  Tradisi Perang Pandan di Tenganan, Bentuk Penghormatan Dewa Indra

Kendati krama desa minim, namun mereka bertangung jawab penuh sebagai pengempon Pura Kayangan Tiga meliputi, Pura Desa/ Puseh, Dalem, dan Pura Prajapati. Selain itu, krama desa ini juga bertangungjawab terhadap warisan perayangan Pura Kayangan Desa masing-masing Pura Subak, Beji, dan Pura Melanting. “Karena banyak krama desa yang awalnya menjadi krama desa adat di luar desa adat, sehingga setelah dibentuk desa adat ini sampai sekarang krama desa sedikit, namun krama desa adat kami bertangungjawab penuh terhadap prayangan baik itu Pura Khayangan Tiga dan Desa,” katanya.

Menyandang predikat desa adat termuda, tidak membuat desa adat ini berdiam diri. Prajuru bersama pemerintahan desa dinas bergandengan tangan merintis pengembangan pariwisata desa. Ini dilakukan karena potensi di desa adat mendukung pengembangan pariwisata.

Baca juga:  Desa Adat Ambengan Kembangkan Potensi Perkebunan dan Wisata Alam

Apalagi, wilayah desa adat ini berada pada kawasan pariwisata di Buleleng selatan (Bedugul, Wanagiri dan Gitgit). Dari jalur wisata itu, tak menutup kemungkinan nantinya wisatawan akan tertarik berkunjung ke Desa Adat Amerta Sari.

Selain itu, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang kini membangun infrastruktur seperti jalan shortcut, menara jaringan TV, dan pembangunan monumen Raja Buleleng Ki Anglurah Panji Sakti. Dengan infrastruktur itu, dirinya optimis kalau pengembangan pariwisata akan bisa menggeliatkan perekonomian krama desa itu sendiri. “Shortcut sudah dibangun dan itu ada di wilayah kami, dan menara jaringan TV dan Monumen Raja Buleleng, dan itu sudah menjadi kebijakan pemerintah untuk besama desa adat untuk mengembangkan pariwisata, sehingga kami yakin akan memberi dampak positif untuk kesejahtraan krama desa adat kami,” tegasnya.

Baca juga:  Pesraman Dalem Gedong Ratih Gelar Pameran Batu Bali Pulaki dan Pusaka Nusantara

Terkait dengan pembangunan yang bersumber dari kucuran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Gubernur Bali Wayan Koster, Jro Gede Lingga, menyebut dengan kucuran dana tersebut, pihkanya telah berhasil membangun Pura Dalem, Pura Prajapati, dan membangun panyengker Pura Desa. Bantuan tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh krama desa.

Apalagi, desa adat yang tidak memiliki sumber pendapatan asli, sehingga pihkanya berterima kasih dengan kebijakan yang digulirkan Gubernur Bali dalam memberdayakan dan menjaga eksistensi desa adat melalui visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB). “Kami tidak punya pelaba dan sumber pendapatan alis juga tidak ada, namun kami bersyukur dengan kebijakan Pak Gubernur Koster, dengan BKK setiap tahun kami bisa membangun Pura Dalem, Prajapati, dan kebijakan ini meringankan krama desa adat,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN