TABANAN, BALIPOST.com – Tak hanya menjadi daerah ‘gudangnya’ seniman, Desa Adat Tunjuk, Kecamatan Tabanan sampai saat ini masih terus melestarikan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan. Salah satunya Tradisi Ngenyit Linting.
Tradisi ini terbilang unik, dan dilaksanakan oleh krama saat malam hari raya Galungan, tepatnya di waktu sandikala. Tujuan dari tradisi ini sebagai penghormatan kepada leluhur untuk memberikan penerangan ketika ‘pulang’.
Bendesa Adat Tunjuk I Made Nawa mengungkapkan, tradisi Ngenyit Linting adalah warisan leluhur yang sudah ada sejak dulu. Fungsinya sebagai penghormatan kepada leluhur.
Semat atau lidi dengan panjang kurang lebih 15 centimeter dililit kapas, barulah kemudian dicelupkan ke minyak kelapa. Kemudian dinyalakan dan diletakkan ke tempat tempat seperti pelinggih dan halaman rumah.
“Saat Hari Raya Galungan dan Kuningan kami yakini leluhur datang atau pulang, sehingga linting yang diibaratkan lampu inilah sebagai penerangan agar beliau tidak kegelapan. Sekaligus tradisi ini juga memiliki fungsi memohon sinar suci kerahayuan jagat,” jelasnya.
Pemasangan linting dilakukan saat malam Galungan tepat saat sandikala (pergantian waktu sore dengan malam). Linting ini dipasang di depan pelinggih merajan, di halaman rumah hingga di lebuh (depan rumah) atau dipasang di bawah pelinggih penjor Galungan.
Linting yang dipasang tidak ada jumlah baku. “Tidak ada jumlah baku berapa banyak linting harus didipasang. Yang jelas linting dipasang dengan cara ditancapkan di depan pelinggih,” terangnya.
Selama tradisi ini berlangsung belum pernah krama Desa Adat Tunjuk yang terdiri dari 12 banjar adat ini mengabaikan. Dua belas banjar adat tersebut adalah Banjar Adat Bungan Kapal, Banjar Adat Legung, Banjar Adat Tunjuk Jangkahan, Banjar Adat Tunjuk Kaja, Banjar Adat Tunjuk Tengah, Banjar Adat Lebah, Banjar Adat Delod Yeh, Banjar Adat Delod Bale Agung, Banjar Adat Beng Kaja, Banjar Adat Beng Tengah, Banjar Adat Beng Bendesa, dan Banjar Adat Pande.
“Selama tradisi ini ada, tidak pernah ada yang tidak melaksanakan. Sehingga sanksi ataupun kebrebehan (bencana) belum pernah terjadi,” imbuhnya.
Dia menambahkan sepengetahuanya tradisi ini hanya ada di Desa Adat Tunjuk. Karena memang tradisi ini adalah warisan. “Jadi seluruh krama taat menjalankan tradisi ini, tidak sampai ada yang melanggar, ” jelas Bendesa Made Nawa. (Puspawati/balipost)