Salah satu kandang babi di wilayah Jembrana yang terdampak harga jual anjlok di pasaran lokal. Para peternak berharap agar harga tetap stabil. (BP/Olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Para peternak babi di Kabupaten Jembrana mengeluhkan harga jual yang murah hasil ternak mereka. Harga per kilo babi hidup dibawah Rp 40 ribu, bahkan mencapai Rp 38 ribu per ekor.

Kondisi ini dinilai sangat merugikan bila dikalkulasikan dengan pakan dan perawatan kandang. Harga yang ideal semestinya Rp 50 ribu per kilogram.

Terlebih saat ini, selain pasar lokal, babi produksi kandang peternak di Bali juga sangat banyak keluar Bali untuk kebutuhan pasar Jakarta bahkan ekspor. Data yang dihimpun di Karantina Pertanian Wilayah Kerja Gilimanuk, rerata dalam sepekan, 3.920 ekor keluar Bali. Bila sebulan, tembus hingga 15.000 ekor Babi keluar Bali.

Namun, perlindungan untuk para peternak terutama menjaga harga, masih jauh dari harapan. Peternak berharap agar jangan sampai harga dipermainkan oknum atau perusahaan besar yang justru menekan para peternak kecil.

Baca juga:  Warga Binaan di Rutan Negara Belajar Olah Kotoran Kambing

Salah seorang peternak babi asal Melaya, I Wayan Agus Adi Riawan (35), Minggu (19/6) mengungkapkan harga anjlok ini terjadi mulai PMK merebak. Di awal diperkirakan dipicu adanya larangan lalu lintas pengiriman ternak keluar Bali.

Namun kini setelah keran pengiriman keluar Bali sudah dibuka, justru harga jual terus anjlok. “Kami sangat kecewa, harga sangat jauh dari harapan. Di daerah luar Bali sudah sangat jarang ada kandang Babi, jadi 80 persen pasar di Jawa tergantung dari Bali. Tapi ini justru dibiarkan harga anjlok,” kata Agus.

Jangan sampai ada monopoli harga menghancurkan para peternak yang tidak disusui perusahaan besar. “Kalau memang stok banyak di perusahaan itu, ya biarkan harga tetap standar. Jangan merusak harga, peternak kecil yang terdampak. Apalagi babi produk peternak Bali ini sangat dibutuhkan untuk pasar luar Bali,” kritiknya.

Baca juga:  Pasokan Terbatas, Harga Sayur Mayur di Bangli Melonjak

Pemerintah juga jangan seolah membiarkan kondisi ini begitu saja. Seperti tidak ada perlindungan bagi peternak Bali.

Padahal sedikit banyak, para peternak telah membantu Bali aman dari PMK. Biosecurity dilakukan peternak pada kandang mereka dan tentunya menambah cost produksi. Tetapi, ketika harga anjlok, pemerintah lepas tangan, dan justru meminta agar diselesaikan melalui asosiasi sendiri.

Peternak lain, I Kadek Alit Subagia Yasa mengaku anjloknya harga pasaran babi hidup ini merugikan peternak kecil. Biaya untuk produksi tak mencukupi, terlebih saat PMK ini mereka mengeluarkan biaya lebih untuk menjaga kandang tetap steril. Dan keluhan ini dirasakan di sejumlah kabupaten di Bali. “Harga lokal anjlok, bayangkan setiap bulan banyak babi yang keluar Bali. Tapi kenapa harga anjlok,” kata dia. Pihaknya berharap ada intervensi pemerintah untuk menjaga kestabilan harga jual babi.

Baca juga:  Peternak Ulat Sutra Kewalahan Permintaan

Di sisi lain, Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Gede Putu Kasthama, Minggu (19/6) mengatakan memang setelah hari raya Galungan dan Kuningan harga terjadi penurunan di pasar lokal. Tetapi menurutnya kebutuhan bibit babi, meningkat. Terlebih di Kabupaten Jembrana untuk pengadaan bibit babi hingga ke desa-desa juga mengalami peningkatan untuk pemberdayaan masyarakat. “Untuk hibah juga ada untuk bibit setiap tahunnya, dan kebetulan saat ini ada peningkatan pengadaan bibit di masing-masing desa,” kata Kasthama.

Diakui selama wabah PMK ini Bali masih aman termasuk Jembrana. Pengiriman sudah diperbolehkan keluar Bali, termasuk Babi. Hanya saja untuk pemasukan tidak diperbolehkan untuk menjaga Bali tetap bebas PMK. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN