DENPASAR, BALIPOST.com – Penyidik Satreskrim Polresta Denpasar kembali menerapkan restorative justice (JR) terhadap kasus pengeroyokan melibatkan pelajar, Kamis (9/6). TKP-nya berlokasi di sebuah yayasan di Jalan Raya Pemogan, Denpasar Selatan, Sabtu (14/5) pukul 22.00 WITA.
Korbannya berinisial GKFSH (16), siswa kelas 3 SMP. Sedangkan pelakunya dua orang, JCE (14) dan MSA (15), juga merupakan siswa kelas 3 SMP.
Kronologisnya, menurut Kasatreskrim Polresta Denpasar Kompol Mikael Hutabarat, seizin Kapolresta AKBP Bambang Yugo Pamungkas, Senin (20/6), berawal pelaku menyuruh korban pinjam vape ke adik kelasnya, Gl. Setelah Vape didapat, langsung diberikan ke pelaku.
Setelah itu, Gl menanyakan ke korban tentang keberadaan vape miliknya. Korban dengan polos menyampaikan dibawa JCE dan MSA.
Hal itu membuat pelaku tidak terima. Pada Sabtu pukul 22.00 WITA, usai sembahyang pelaku memanggil korban. Korban lalu dimasukkan ke kamar MSA.
Di dalam kamar, JCE memukul pukul korban sebanyak tiga kali mengenai rahang kiri. Selanjutnya MSA mengambil batang kayu dipakai memukul mengenai tangan korban sebanyak tiga kali.
Selain itu, dia memukul tulang kering kaki kanan korban sebanyak tiga kali. Kepala korban juga ditendang sebanyak tiga kali.
Mendapat perlakuan sadis dari para pelaku, korban menangis sambil menjerit kesakitan. Setelah puas, kedua pelaku lalu menyuruh korban keluar kamar. “Kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar oleh ibu korban,” ujarnya.
Kompol Mikael mengungkapkan, penerapan restorative justice ini merupakan program Kapolri untuk memulihkan keadaan korban dan pelapor, setelah kedua belah pihak sepakat damai. “Ketika kedua belah pihak sepakat damai maka kepolisian akan memediasi dan menerapkan restoratif justice. Dengan demikian tindak pidana ini tidak dapat dilanjutkan penyidikannya,” kata mantan Kasatresnarkoba Polresta Denpasar ini.
Sebelum tindakan ini diterapkan, dilakukan gelar perkara dipimpin Wakasat Reskrim AKP Wiastu Andre Prajitno, Kanit PPA, pihak UPTD PPA Kota Denpasar selaku konselor serta pihak korban dan pelaku. Alhasil kedua belah pihak membuat kesepakatan damai pada 9 Juni 2022.
Pihak korban tidak menuntut secara hukum dan sudah membuat surat pernyataan serta telah dituangkan dalam berita acara. Pihaknya mengingatkan jika kedepannya terjadi lagi maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan tindakan kepolisian. Kompol Mikael juga minta pengurus yayasan untuk memperketat pengawasan anak-anak sehingga peristiwa tersebut tidak terjadi lagi. (Kerta Negara/balipost)