Dewa Gede Radhea didampingi kuasa hukumnya saat menjalani pemeriksaan di Kejati Bali. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sesuai dengan rencana, penyidik Pidsus Kejati Bali, Selasa (21/6), memeriksa atau meminta keterangan pada Dewa Gede Radhea (DGR) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan TPPU. DGR datang ditemani salah satu keluarga serta didampingi kuasa hukumnya.

Dari pukul 09.30, tersangka DGR mulai melakukan pemeriksaan di ruangan Pidsus Kejati Bali. “Ada 24 pertanyaan yang disampaikan penyidik pada DGR. Dia menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.30,” ucap Kasipenkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto.

Pemeriksaan berlangsung hingga sore. Saat disinggung soal materi pemeriksaan, Luga mengatakan pemeriksaan terkait dua hal, yakni proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih.

Soal Bandara Bali Utara? Luga mengatakan, sesuai fakta persidangan bahwa peran tersangka dalam membantu bapaknya, Ir. Dewa Ketut Puspaka, sementara pada proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih. “Hanya dia ini yang perannya bersama-sama dengan terpidana DKP,” jelasnya.

Baca juga:  Korupsi BKK, Mantan Bendesa Adat Songan Dituntut 1,5 Tahun

Pun soal informasi adanya penahanna, Luga mengatakan hingga kemarin, jaksa menyebutkan belum melakukan penahanan. “Nanti jika ada indikasi tersangka menghilangkan barang bukti, atau memenuhi ketentuan dalam HUHAP, maka nanti penyidik akan menggunakan kewenangannya. Tergantung kepentingan penyidiklah nanti,” tandas Luga.

Yang jelas, kata dia, saat menjalani periksaan Selasa (21/6), DGR dalam keadaan sehat walafiat. Apakah akan akan dipanggil kembali? “Saat ini pemeriksaan sudah dianggap cukup, dan tim penyidik segera mempersiapkan pemanggilan ahli,” tegas Luga.

Sebelumnya, Kasipenkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto, mengatakan penetapan DGR sebagai tersangka dalam perkara yang berkaitan dengan DKP (Dewa Puspaka) adalah dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU. Penyidikan telah dilaksanakan sejak Januari 2022 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali dengan tersangka berinisial DGR. “Sejak tanggal 24 Januari 2022, DGR yang memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa Ir Dewa Ketut Puspaka, MP telah ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Kemudian tanggal 25 Januari 2022, DGR ditetapkan menjadi tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang,” tandas Luga kala itu.

Baca juga:  ICW Sebut Ini 4 Modus Terbanyak Pelaku Korupsi

Tersangka DGR diduga melakukan tindak pidana korupsi yaitu turut serta bersama DKP (terpidana) atau membantu DKP untuk menyalahgunakan kekuasaannya sebagai pegawai negeri dalam hal ini sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dalam kaitannya dengan proses perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih.

Selain itu penyidik juga menemukan perbuatan tersangka DGR yang diduga menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHPidana atau Pasal 56 KUHP.

Baca juga:  Lahan Pertanian di Gerokgak Rawan Kekeringan

“Dalam hal pengurusan perijinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, penyidik telah menemukan bukti-bukti sehingga membuat terang peristiwa pidana dan menemukan keterlibatan DGR,” sambung Luga.

Kemudian penyidik menemukan bukti-bukti yang mendukung dugaan DGR menerima baik secara langsung maupun melalui transfer ke rekening milik DGR terkait pengurusan Perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG, dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih sejumlah kurang lebih Rp 7 miliar, di mana sekitar Rp 4,7 miliar dinikmati DGR. “Atas dasar inilah DGR kita tetapkan sebagai tersangka” terang Luga. (Miasa/balipost)

BAGIKAN