DENPASAR, BALIPOST.com – Keberpihakan Gubernur Bali, Wayan Koster terhadap produk lokal Bali, salah satunya Garam Tradisional Lokal Bali telah nyata. Pasalnya, kini dua sentra produksi Garam Tradisional Lokal Bali telah mendapatkan Sertifikat dan Surat Pencatatan Kekayaan Intelektual (KI) berupa Indikasi Geografis Kepemilikan Komunal. Yaitu, Garam Amed, Karangasem pada tahun 2019 dan Garam Kusamba, Klungkung pada tahun 2022.
Kabid Pengembangan Inovasi dan Pengelolaan Kekayaan Intelektual Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali, Dr. Raka Armaja, M.MA., mengatakan, Garam Amed memiliki mutu yang baik dan khas. Hal ini terlepas dari proses pembuatannya yang menggunakan teknik khusus menggunakan tanah sari, tinjungan, penyusunan, dan pengeringan di dalam palungan dengan menggunakan air laut yang jernih dan berkualitas baik.
Garam Amed saat ini diproduksi dalam bentuk 2 jenis produk, yaitu Garam dan Bunga Garam. Garam diperoleh di dasar tinjungan, sedangkan Bunga Garam diperoleh dipermukaan air di dalam tinjungan.
Sementara itu, Garam Kusamba telah terkenal sejak masa Kerajaan Klungkung pada sekitar tahun 1500-an masehi. Saat ini, pembeli Garam Kusamba tidak hanya datang dari Kabupaten Klungkung saja, tetapi dari berbagai kabupaten di Bali. Sebagian konsumen membawa Garam Kusamba sampai ke Jakarta, bahkan sampai ke Jepang, Korea, dan beberapa negara lainnya sebagai souvenir.
Garam Kusamba selain digunakan untuk konsumsi, juga digunakan untuk perawatan kesehatan, khususnya produk yang berupa bubuk garam alami. “Saat ini yang masih dalam proses untuk mendapatkan sertifikat dan surat pencatatan Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis, yaitu Garam Tejakula, Garam Baturinggit, Karangasem, dan Garam Gumrih, Jembrana,” ujarnya, Rabu (22/6).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali, I Wayan Jarta, mengungkapkan saat ini banyak potensi sentra-sentra garam tradisional lokal Bali bermunculan di daerah Bali. Di Karangasem misalnya, yaitu di Kubu, Baturinggit, Peraraban, dan Antiga Kelod.
Begitu juga Kabupaten Buleleng, seperti di Kecamatan Gerokgak dan Tejakula berupa Garam Kristal yang produknya sudah masuk Supermarket (Tiara Dewat). Di Kabupaten Gianyar muncul sentra garam di Ketewel, di Tabanan di Kelanting, dan di Kota Denpasar muncul di Pedungan, serta Jembrana di Gumrih.
Wayan Jarta, mengatakan dari sentra-sentra Garam Tradisional Lokal Bali yang ada di Bali, total produksi garam yang sudah dihasilkan mencapai 1.342 ton lebih. Hasil produksi ini sudah dipasarkan, baik di pasar tradisional, pasar modern, hingga ke luar daerah, bahkan ke luar negeri. Untuk Garam Kusamba dan Garam Amed telah di pasarkan di pasar modern. Bahkan, Garam Amed tidak saja untuk dikonsumsi, tetapi juga untuk kesehatan (spa).
“Umumnya garam-garam unggulan kita itu (Garam Amed,red) lebih banyak dipergunakan untuk kesehatan, sedangkan yang dikonsumsi yang paling banyak itu adalah Garam Kusamba dan garam lainnya yang masih dalam bentuk curah masuk ke pasar-pasar tradisional,” ungkapnya.
Jarta mengakui bahwa Garam Tradisional Lokal Bali unggulan sudah diekspor ke Jepang, Malaysia, Rusia, Thailand, USA, dan Australia sejak tahun 2016 silam. Garam lokal unggulan yang sudah dalam bentuk kemasan yang diekspor ini digunakan untuk Spa dan Garam Meja.
Seperti diketahui, guna melindungi, melestarikan, memberdayakan, dan memanfaatkan Produk Garam Tradisional Lokal Bali sebagai salah satu basis pengembangan perekonomian Bali untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagian Krama Bali secara sekala dan niskala, Gubernur Koster telah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. Kebijakan ini benar-benar menunjukkan keberpihakannya kepada petani Garam, sekaligus terhadap kebangkitan ekonomi kerakyatan. (Winatha/Balipost)