Sejumlah jukung nelayan terparkir di pinggir Pantai Yeh Gangga. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Gelombang tinggi mengakibatkan nelayan di pantai Yeh Gangga, desa Sudimara, Tabanan kesulitan melaut. Bahkan kondisi ini sudah terjadi hampir empat bulan. Mereka harus mencari kegiatan lain untuk sekedar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pantauan di Pantai Yeh Gangga, Minggu (3/7) kondisi gelombang memang tidak bersahabat. Jukung-jukung nelayan hampir seluruhnya terparkir rapi di pinggir pantai.

Tampak pula sejumlah nelayan hanya bisa duduk sembari mengobrol santai sesama rekannya di sebuah bale bengong tak jauh dari pinggir pantai. Wayan Lapra, seorang nelayan mengatakan, gelombang tinggi sudah terjadi sejak lama. Dan kondisi ini memang rutin terjadi setiap sasih kasa ataupun karo.

Warga asal Desa Sudimara inipun tak bisa berbuat banyak, lantaran tak bisa melaut ia kembali beralih ke sawah. “Sekarang ngurus sawah, sudah berbulan bulan tidak berani melaut gelombang masih tinggi,” ucapnya.

Baca juga:  KNTI: Izin Lokasi Baru Reklamasi Teluk Benoa Salahi Aturan

Bahkan di sela-sela istirahat siangnya, ia terkadang masih menyempatkan diri datang ke pantai sekedar bertemu sesama rekan nelayan untuk obrolan santai. Sembari mengecek kondisi jukungnya. “Sambil cek gelombang, kalau lebih tinggi saya pindahkan jukung ke tempat yang lebih tinggi, sekarang masih aman di pinggir pantai,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui ada juga beberapa rekannya yang tetap berani nekat melaut, meski hasil tangkapannya sedikit. Dari biasanya sekali melaut normal bisa mendapatkan tiga kotak hasil tangkapan, saat ini hanya bisa mendapat satu kotak.

Hal senada juga dikatakan Pekak Rio (54). Gelombang tinggi sudah terjadi setelah perayaan Tumpek Landep atau menurutnya sudah terjadi sekitar empat bulan lalu. Ia pun hanya bisa berharap pemerintah daerah khususnya dinas terkait dapat memperhatikan nasib nelayan yang sudah memasuki masa paceklik seperti saat ini. “Ini musim paceklik bagi kami, ya semoga ada perhatian dari pemerintah, karena sudah lama kami tidak bisa melaut,” terangnya.

Baca juga:  Potong Birokrasi Berbelit, Kerambitan Buat Taman Serasi

Termasuk ia bersama para nelayan lainnya meminta agar jika ke depan ada program pemerintah yang sifatnya membantu para nelayan, setidaknya bisa dibuat lebih gampang dan mudah dijangkau. Karena diakuinya sejumlah program yang sudah dilakukan untuk bisa membantu nelayan salah satunya seperti asuransi bagi nelayan, masih dihadapi sulitnya dalam kepengurusannya. “Contoh saja, saat ini ada asuransi tenaga kerja, katanya untuk pembayaran bisa dilakukan di toko modern yang ditunjuk, setelah saya kesana hendak membayar ternyata tidak masuk sistem, ternasuk untuk asuransi nelayan sekarang macet,” jelasnya.

Baca juga:  BMKG: Tinggi Gelombang di Selat Badung Mencapai 4 Meter

Sebelumnya, Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan Dinas Kelautan dan Perikanan Tabanan, Ni Ketut Sri Astini menjelaskan, sejauh ini nama-nama nelayan di Kabupaten Tabanan yang tercover dari kuota yang disediakan sebesar 200 orang dalam program asuransi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum juga terbit. Sebelumnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Tabanan telah mengusulkan 633 orang nelayan sebagai calon peserta pada Februari 2022 lalu. “Kami tidak tahu penyebabnya, sebab di daerah sifatnya menunggu keputusan pusat dan menindaklanjuti jika sudah diterbitkan nama nama program asuransi nelayan ini sesuai dengan kuota tersedia,” jelasnya.

Dimana untuk membantu meringankan beban nelayan jika mengalami musibah dalam melakukan aktivitas melaut, para nelayan secara mandiri diarahkan ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN