Anggota satgas penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melaksanakan vaksinasi menyasar ternak warga di Kecamatan Gerokgak dan Seririt, Kamis (7/7). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bukan hanya berpotensi merugikan peternak. Jika Bali gagal membebaskan diri dari PMK, pariwisata juga akan terdampak. Bahkan sektor pariwisata bisa kembali terpuruk.

Menurut Virolog dan juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Udayana
Prof. IGN Kade Mahardika, PMK menjadi penyakit hewan yang paling ditakuti banyak negara karena kerugian ekonominya sangatlah tinggi. “PMK adalah penyakit hewan dan ternak yang paling ditakuti karena dampak ekonominya sangatlah besar terutama dari sektor peternakan. PMK mengakibatkan penurunan produksi peternakan hampir mencapai 50 persen,” kata Prof. Mahardika.

Seperti diketahui, negara-negara maju seperti Australia dan Eropa memiliki ketergantungan sangat besar kepada sektor peternakan. Dipastikan semua negara berusaha agar terbebas dari PMK.

Sementara itu, penularan virus PMK tidak saja melalui ternak melainkan juga manusia dan barang. Artinya, manusia dapat menjadi pembawa virus melalui baju yang dikenakan atau embusan udara nafas (airbone).

Karena itulah, lanjut Prof. Mahardika, negara atau wilayah yang terdampak PMK biasanya disarankan untuk tidak dikunjungi. “Travel advisory bisa dikeluarkan kepada negara-negara yang terjangkit PMK. Ini berarti, jika Bali menjadi wilayah terjangkit PMK, bisa saja negara lain mengimbau warganya agar tidak ke Bali,” ujar Prof. Mahardika.

Baca juga:  Gelar Aksi, Aliansi Mahasiswa Bali Kritisi Sejumlah Isu

Australia misalnya, bisa mengeluarkan travel advisory karena jika sampai warga negara yang berkunjung ke
Bali pulang membawa virus dan menyebar, sektor
peternakan sebagai penopang utama ekonomi akan
kolaps. “Tidak hanya Australia, negara lain juga bisa
mengambil sikap yang sama.

Sementara itu Ketua Gabungan Usaha Peternak
Babi (GUPBI) Bali, Ketut Hari Suyasa, mengingatkan
bahwa jika PMK di Bali tidak ditangani segera, posisi Bali tuan rumah G20 bisa saja dibatalkan. “Jika tidak ditangani segera, tuan rumah G20 bisa dipindahkan dari Bali ke daerah lainnya di Indonesia,” kata Hari.

Seperti yang disampaikan Prof. Mahardika, banyak negara yang takut dengan wabah PMK sehingga akan melarang warganya mendatangi wilayah atau negara terjangkit PMK. Ketakutan bahwa warga negara setelah kembali ke negaranya membawa virus PMK dan membuat peternakannya mengalami wabah.

Baca juga:  Seorang WNI Digagalkan Berangkat dari Bandara Ngurah Rai, Imigrasi Selidiki Potensi Sindikat Pemalsuan Paspor

Hari mengakui, pihaknya sangat berkepentingan dengan penanganan PMK di Bali. Selain membuat terjadinya penguncian wilayah (lockdown) sehingga
pengiriman babi ke luar Bali dilarang, PMK juga mengancam ternak babi.

Belum tuntas penanganan ASF yang menyerang ternak babi, kini PMK juga menjadi ancaman. “Babi termasuk hewan berkuku belah, sehingga virus PMK bisa juga menyerang babi,” tegasnya.

Pihak GUPBI Bali di awal munculnya gejala PMK masuk Bali telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan memasang bilik disinfektan di Pelabuhan Gilimanuk. “Kami sudah berinisiatif
memasang bilik disinfektan di pintu kedatangan di Pelabuhan Gilimanuk. Tujuanya agar virus penyebab PMK yang kemungkinan dibawa manusia maupun
ternak dari Jawa tidak sampai Bali,” ujarnya.

Selain itu, GUPBI Bali juga terus memberikan dukungan pada upaya pemerintah mencegah meluasnya PMK di Bali. “Kami dari GUPBI Bali juga telah menyumbangkan jarum suntik untuk kepentingan vaksinasi PMK pada ternak. Pemerintah pusat telah mengirimkan vaksin, tetapi sempat terkendala jarum suntik,” sebutnya.

Baca juga:  Hari Ini, Satu Zona Orange Laporkan Belasan Warga Tertular COVID-19

Sementara itu menurut Mahardika, membebaskan sebuah wilayah dari PMK dibutuhkan waktu hingga 5 tahun. “Ternak yang terinfeksi jika telah sembuh, selama dua tahun masih berpotensi menyebarkan virus. Sementara untuk wilayah yang terjangkit wabah PMK membutuhkan waktu 5 tahun agar benar-benar bebas,” kata Prof. Mahardika.

Mengingat dampaknya yang sangat besar, baik Prof. Mahardika maupun Suyasa meminta pemerintah provinsiBali dan kabupaten/kota di Bali tidak main-main dalam penanganan PMK. Berbagai upaya harus dilakukan secara serius. “Jika ada ternak terjangkit PMK, maka di wilayah tersebut tidak boleh ada lalu lintas ternak sama sekali. Ternak yang ada dalam radius tertentu harus juga dieleminasi. Baik dengan cara penyembelihan atau dimusnahkan,” tegas Mahardika.

Peternak, menurut Hari, juga perlu diberi pemahaman terutama pentingnya eleminasi ternak. “Namun pemerintah perlu menyiapkan ganti rugi yang layak
bagi peternak agar tidak mengalami kerugian yang besar,” tegas Hari. (Nyoman Winata/balipost)

BAGIKAN