Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan secara virtual pada pembukaan 2nd Sherpa Meeting atau Pertemuan Sherpa Ke-2 di Labuan Bajo, NTT. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia mengajak negara anggota G20 untuk bangkit bersama, mengingat Indonesia satu dari sedikit negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi saat badai COVID-19. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam sambutannya secara virtual pada pembukaan 2nd Sherpa Meeting atau Pertemuan Sherpa ke-2 di Labuan Bajo, NTT, dikutip dari Kantor Berita Antara, Minggu (10/7).

Indonesia mampu melanjutkan tren positif dengan mencapai pertumbuhan 5,1 persen pada Q1 2022. “Indonesia meminta dukungan Anda untuk memastikan dunia pulih bersama, sehingga kita semua dapat berdiri lebih kuat menghadapi tantangan ke depan,” kata Airlangga lewat keterangannya di Jakarta.

Airlangga menyampaikan, ekspor Indonesia tercatat tumbuh sebesar 16,2 persen dan neraca perdagangan Indonesia mencapai 16,89 miliar dolar AS atau tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kemajuan itu memungkinkan Indonesia untuk merebut kembali statusnya sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas. Meskipun demikian, jika hanya sekedar pulih perekonomiannya, tentu saja tidak ada artinya.

Baca juga:  Berdayakan 11 Ribu Klaster Usaha, BRI Perkuat Komitmen Bawa UMKM Naik Kelas

Pada kesempatan tersebut, Airlangga berharap negara-negara anggota G20 atau Group of Twenty (G20), sebagai forum ekonomi global utama, harus bertindak bersama untuk mengatasi tantangan global yang multidimensi dan saling terkait. Hal tersebut dikarenakan berbagai risiko dan tantangan global juga terus meningkat dan memicu pelambatan pemulihan ekonomi global. Tantangan tersebut terkait dengan The Perfect Storm atau 5C yakni COVID-19, Conflict, Climate Change, Commodity Price, serta Cost of Living.

Pertumbuhan ekonomi global dikatakannya telah diprediksi turun. Bank Dunia pun memproyeksikan pertumbuhannya hanya mencapai 2,9 persen. Ekonomi negara-negara berkembang akan mencapai tingkat pertumbuhan 3,4 persen pada 2022, setengah dari tingkat pertumbuhan 2021.

Airlangga menambahkan, 2nd Sherpa Meeting yang saat ini berlangsung diharapkan bisa memberikan solusi untuk kesejahteraan global.

Menurutnya, G20 memiliki tanggung jawab untuk memikirkan negara lain dan menempatkan solusi di atas meja. Jutaan orang menderita akibat dampak konflik di Ukraina. Jutaan orang di seluruh dunia mendambakan untuk memenuhi kebutuhan dasar akan makanan, tempat tinggal, dan keamanan. “Rasa kemanusiaan kita harus menjadi yang terdepan dan utama di Labuan Bajo. Tanggung jawab kita adalah memberikan solusi untuk mengangkat orang dari keluhan mereka, memberikan harapan untuk kehidupan yang lebih baik, untuk memastikan tidak ada orang, negara, atau wilayah yang tertinggal,” tambah Airlangga.

Baca juga:  Tabrak Papan Nama Warung, Pemotor Tewas

Ia pun menuturkan tantangan global semakin meningkat. Konsekuensi konflik memperburuk tantangan struktural seperti inflasi, ketahanan pangan, dan volatilitas pasar, dan pasokan energi. Terganggunya hal ini berdampak pada kehidupan dan peluang masyarakat di seluruh dunia.

Menurut Program Pangan Dunia PBB, lanjut Airlangga, meroketnya harga pangan dapat menyebabkan 323 juta orang di seluruh dunia menjadi sangat rawan pangan atau berisiko tinggi. “G20 dapat mengambil tindakan untuk melindungi yang paling rentan di dunia dengan mengatasi gangguan pada produksi pertanian, rantai pasokan, dan perdagangan,” tuturnya.

Baca juga:  Korupsi PDAM, Inspektorat Sebut Kerugian Negara dari Selisih Kwitansi

Harga energi dan volatilitas pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya, dikatakannya, juga menjadi agenda utama global.

Menurut International Energy Agency (IEA) dunia mungkin menghadapi krisis energi global pertama. Kelompok produsen dan konsumen energi utama dapat bekerja sama untuk memastikan sistem energi yang lebih tangguh, di mana dunia harus saling mendukung untuk mencapai transisi yang aman dan berkelanjutan.

“Inflasi, ketahanan pangan dan energi akan menghambat ekonomi global, membuat pencapaian SDG’s semakin sulit. Indonesia memperkirakan dibutuhkan USD4,3 triliun setiap tahun untuk mencapai tujuan kita. Sekali lagi, tanggung jawab kita sebagai forum ekonomi utama adalah untuk mencapai tujuan ini,” ujar Airlangga.

Meskipun konteksnya sulit, lanjutnya, kelompok yang beragam mampu membuat kemajuan.

Kepresidenan RI menghargai dukungan anggota untuk membentuk Dana Perantara Keuangan (FIF) untuk pencegahan dan manajemen kesiapsiagaan pandemi, yang diumumkan oleh Rapat Gugus Tugas Kesehatan dan Keuangan Gabungan bulan lalu. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN