DENPASAR, BALIPOST.com – Sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui pola pembangunan semesta berencana menuju Bali era baru, sejumlah desa adat telah melaksanakan kegiatan untuk mewujudkan visi tersebut. Terlebih, dalam visi tersebut tersurat jelas, agar krama Bali menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, sekala-niskala.
Visi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa misi, di antaranya mengembangkan tata kehidupan krama Bali secara sekala dan niskala berdasarkan nilai-nilai filsafat Sad Kertih yaitu Atma Kertih, Danu Kertih, Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih. Memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi desa adat dalam menyelengarakan kehidupan krama Bali yang meliputi parhyangan, pawongan, dan palemahan.
Dalam menjabarkan visi tersebut, Desa Adat Kesiman, Denpasar Timur di bawah kepengurusan Bendesa Adat I Ketut Wisna, S.T., M.M., kini fokus untuk merealisasikan program yang telah dicanangkan desa adatnya, terutama untuk sisi upacara pitra yadnya dan manusa yadnya. Setelah lama tidak digelar, kini Desa Adat Kesiman yang terdiri dari 32 bajar adat yang tersebar di tiga desa/kelurahan, yakni Kelurahan Kesiman, Desa Kesiman Petilan, dan Desa Kesiman Kertalangu kembali bisa menggelar upacara ngaben masal yang puncaknya, Minggu (17/7) kemarin.
Bendesa Adat Desa Kesiman, I Ketut Wisna, S.T., M.M., yang ditemui di kantornya, Sabtu (16/7) mengungkapkan, upacara yang digelar kali ini dilakukan dengan empat paletan (tahap). Diawali dengan ngaben bersama dengan peserta 56 sawa dan ngelangkir 300 orang.
Upacara ini tidak berakhir pada bulan ini, namun akan berlanjut pada Augstus 2022 mendatang dengan upacara angasti puja atma wedana maligia punggel dengan jumlah 400 puspa lingga. Puncaknya pada 26 Agustus mendatang. Sebelum puncak maligia punggel ini, akan digelar upacara maoton segara. “Jumlah peserta ini sebanyak 1.355 orang. Ini yang baru pertama kali digelar secara bersamaan. Biasanya pelaksanaannya dilakukan sendiri-sendiri. Ini biayanya sangat besar, sehingga jarang digelar,” ujar Wisna.
Selain itu, ada juga digelar upacara mapandes dengan jumlah peserta 600 orang. Dikatakan, rangkaian upacara ini di-puput oleh 14 sulinggih degan lokasi upacara dilakukan di Pantai Padanggalak. Terkait dengan biaya, bersumber dari desa adat, krama yan maunia seikhlasnya, kemudian ada dari laba LPD, serta bantuan pemerinta kota dan provinsi. (Asmara Putera/balipost)