Gubernur Bali, Wayan Koster. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster dengan tegas mengatakan pada Perusda Bali tidak boleh membangun Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di areal Hutan Mangrove. Sebab itu menganggu Terumbu Karang yang ada di kawasan Desa Sidakarya, Desa Sesetan, Desa Serangan, Desa Intaran, dan di Desa Pedungan, Kota Denpasar.

Ketegasan orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Bali ini mendapatkan apresiasi tepuk tangan dari DPRD Provinsi Bali yang hadir dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Bali, Senin (18/7). Gubernur Bali jebolan ITB ini mengatakan bahwa Pemprov Bali akan membangun infrastruktur darat, laut, dan udara secara terkoneksi dan terintegrasi yang harus dituangkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali.

Kemudian yang menjadi kebutuhan strategis Bali dan perkembangan dinamika ke depan yang harus diantisipasi dalam Perda RTRW Provinsi Bali ini, diantaranya adalah yang perlu menjadi perhatian semua, yaitu Pulau Dewata memerlukan mandiri energi dengan energi bersih. “Mengapa kita perlu mandiri energi? Karena kebutuhan energi di Bali tidak cukup hanya melihat saat ini lampu itu menyala, listrik itu hidup, tapi kita harus berpikir strategis ke depan bahwa dari mana energi listrik itu ada untuk menyalakan lampu. Jadi itu harus dipikirkan,” ujar Gubenrur Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih ini.

Gubernur Koster, mengungkapkan bahwa Bali saat ini memiliki ketersediaan energi sekitar 1.153 MW. Sedangkan kebutuhan Bali saat masa normal atau sebelum pandemi itu mencapai 940 MW dan 30 persennya harus dipenuhi dengan cara lain.

Tetapi dari 1.153 MW itu, lebih dari 300 MW disalurkan dari Paiton (luar Bali/Jawa Timur) melalui kabel bawah laut. Sehingga tujuan saya dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Pulau Dewata harus mandiri energi ke depannya dan bukan mempunyai energi yang bersumber dari batubara atau bahan bakar fosil, tetapi dari energi bersih. “Alasannya supaya alam, udara dan hidup kita ini menjadi lebih bersih, sehat serta citra pariwisata Bali menjadi lebih baik,” tandas Gubernur Bali jebolan ITB ini.

Baca juga:  Penggunaan Masih Marak, Pupuk Kimia Ancam Lahan Pertanian

Gubernur Koster, mengatakan kebutuhan energi bersih juga sangat diperlukan. Mengingat penduduk Bali yang jumlahnya 4,3 juta, namun karena Bali sebagai destinasi wisata dunia menjadikan populasi sumber daya manusia di Bali bertambah menjadi 17 juta yang disumbangkan oleh wisatawan domestik dan mancanegara pada Tahun 2019 atau sebelum pandemi COVID-19.

Sehingga, ke depan pemenuhan terhadap kebutuhan energi baik untuk domestik, pariwisata, dan industri itu harus memiliki kepastian serta harus menjadi perhatian titik fokus semua. Atas dasar itulah, Gubernur Koster melakukan proteksi secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya Bali untuk kepentingan masa depan Pulau Dewata agar Bali tidak terlalu banyak tergantung dari luar.

Apalagi, generasi di Bali akan terus berlanjut dan tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, serta berdampak secara lokal di Bali, termasuk perubahan politik, perubahan ekonomi, maupun perubahan-perubahan yang lainnya yang akan terjadi di masa depan bangsa Indonesia. Sehingga, semuanya harus dimitigasi. “Makin banyak kita bergantung dari luar, makin berbahaya buat kehidupan masyarakat kita di masa yang akan datang dan untuk anak cucu kita,”ujar Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.

Mantan Peneliti Balitbang Depdikbud RI ini, menyatakan bahwa cara mitigasinya dilakukan dengan memberdayakan semua sumber daya alam yang ada di Bali sebagai sumber kehidupan dasar di dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu contohnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk-produk lokal, bukan memanfaatkan produk impor. “Kalau kita punya Beras Bali, Salak Bali, hingga Manggis Bali gunakanlah produk lokal kita ini. Jangan malah tergiur oleh produk-produk impor. Kita harus memberdayakan semua sumber daya alam dari Bali yang luar biasa ini,” tegas Gubernur Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

Baca juga:  Tak Layak Operasional, Ambulance “Mercy” Canggih Dilelang

Lebih lanjut, dikatakan bahwa yang menjadi kebutuhan sehari-hari adalah listrik. Sehingga, tanpa listrik lampu tidak bisa menyala.

Bahkan, sejumlah kebutuhan rumah tangga membutuh listrik. “Terus terang Pemerintah Pusat mau nambah lagi 500 MW di Sanur, saya tolak. Mengapa? Karena saat itu saya sampaikan, Pak, 340 MW yang di Sanur dari Paiton akan saya fungsikan sebagai sub sharing dan tidak menjadi saluran utama atau hanya disalurkan ketika terjadi masalah di Bali. Karena saya mau membangun pembangkit tenaga listrik. Dalam konteks mandiri energi, itu sudah menjadi prinsip saya,” tandas Gubernur Koster.

Itulah sebabnya, Gubernur Koster sedang berjuang agar pembangkit tenaga listrik di bangun di Bali dengan energi bersih, dan telah direspon baik oleh PLN. Dimana, tahun 2022 ini dibangun 2 x 100 MW berbahan bakar gas, yang semula rencananya akan dibangun di Jawa Timur dipindah ke Bali, yakni di Pesanggaran, Denpasar. Namun, karena di Pesanggaran sudah dibangun 2 x 100 MW dan yang sebelumnya ada PLTG 250 MW, maka dengan gas sudah punya 450 MW di sana.

“Kemudian dalam konteks ini pula, kita butuh terminal LNG dengan pilihan dimana akan dibangun supaya efisien. Jadi, kebutuhan energi yang tinggi konsumennya di Bali Selatan, yaitu Denpasar, Badung, dan Gianyar, maka pilihan lokasinya juga disana. Lalu bisakah dibangun ditempat lain seperti di Celukan Bawang, Buleleng? bisa. Tapi kebutuhan di sana kan kecil dan untuk menyalurnya perlu teknologi serta peralatan yang mahal lagi hingga tidak efisien. Kalau dibangun di Bali Utara jaraknya terlalu jauh, sehingga membutuhkan infrastruktur untuk menyalurkan serta menjadi biaya tinggi, akibatnya tidak efisien,” tegasnya.

Baca juga:  Terungkap, Identitas WNA yang Meninggal di Pinggir Jalan Imam Bonjol

Untuk mewujudkannya, mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menegaskan kepada Perusda Bali tidak boleh membangun Terminal LNG di areal Hutan Mangrove dan konsepnya bukan terminal LNG Mandiri. Tapi, dibangun dengan konsep kawasan yang terintegrasi serta berkaitan dengan desa yang ada di kawasan itu. Yaitu, Desa Sidakarya, Sesetan, Serangan, dan Desa Intaran, Pedungan, Kota Denpasar.

“Kemudian skema yang dijalankan harus memberikan manfaat ekonomi di desa tersebut, bukan malah mematikan ekonominya. Kalau mematikan ekonomi yang sudah eksis itu salah dan saya tidak mengijinkannya. Maka saya minta buat konsep ulang secara terintegrasi dan tidak boleh menganggu areal mangrove, terumbu karangnya juga tidak diganggu, tapi malah kita arahkan agar kawasan ini berkembang menjadi kawasan pariwisata terintegrasi dengan perekonomian dan potensi kelautannya,” jelas mantan Dosen di STIE Perbanas Jakarta, di Universitas Pelita Harapan Tangerang, dan di Universitas Tarumanagara, Jakarta ini.

Rapat Paripurna ke-19 ini membahas agenda terkait Laporan Dewan terhadap Pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022 – 2042 dan Penandatanganan Kesepakatan Substansi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2022-2042. Rapat Paripurna dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra dan dihadiri oleh Ketua DPRD Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama beserta Anggota DPRD Provinsi Bali. (kmb/balipost)

BAGIKAN