DENPASAR, BALIPOST.com – Pembuktian perkara dugaan korupsi pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan, dengan terdakwa Ni Putu Eka Wiryastuti dan Dewa Nyoman Wiratmaja di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (19/7), kembali dilanjutkan. Sidang dilakukan secara terpisah, dan saksi ada yang diperuntukan dua terdakwa sekaligus.
Saat sidang mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, Jaksa KPK sempat membacakan BAP salah satu saksi, yang mengarah pada ikhwal pengurusan DID di pusat. Yakni, penasaran KPK soal adanya lonjakan kucuran DID Kabupaten Tabanan dari angka Rp 5 miliar, Rp 7 miliar hingga tahun 2018 melonjak ke angka Rp 51 miliar dari Rp 65 miliar yang diajukan.
Jaksa KPK kemudian membaca salah satu BAP saksi, yang menyatakan bahwa 2017 Buleleng dapat DID Rp55 miliar. “Ada Kabupaten Buleleng dapat Rp 55 miliar, mengapa Tabanan hanya Rp 7 miliar,” sebut jaksa mengurai BAP salah satu saksi, hingga terdorong keterangan saksi merasa jengah atas kucuran DID Buleleng Rp55 miliar dan Tabanan hanya Rp7 miliar di 2017.
Saksi yang dimintai keterangan dalam perkara Wiryastuti, selain I Made Yudiana (untuk dua terdakwa), ada Wayan Wirna Ariwangsa (mantan sekda), Wayan Suastama, Gede Made Susanta dan Nyoman Yasa (kontraktor) untuk terdakwa Eka Wiryastuti.
Ariwangsa mengetahui adanya DID Rp 51 miliar. Namun dia tidak mengetahui proses pengajuannya.
Yang jelas, saat itu defisit anggaran terjadi Pemkab Tabanan. Alternatif lain untuk mengatasi adalah mengupayakan cari DID.
Dari sana muncul nama Bahrullah Akbar yang disebut sebagai representasi dari BPK RI. Jaksa KPK sempat menanyakan apa kaitannya dengan Bahrullah Akbar, apa itu jalur BPK?
Saksi Sekda mengatakan Bahrullah disebut punya akses ke sana. Selain itu, saksi menerangkan soal salah satu kriteria untuk mendapatkan DID adalah prestasi. Seperti WTP dan adanya penilaian lain.
Jaksa KPK kembali memutar percakapan saksi mantan sekda, yang dalam percakapan juga dibicarakan soal potong memotong. “Jangan dipotong di awal, nanti kalau dipotong diawal nanti mereka ribut,” bunyi salah satu percakapan (entah suara siapa) yang membuat majelis hakim, pengacara sedikit tersenyum dengan kata pemotongan itu.
Sedangkan saksi Made Yudiana, mantan Kadis PUPR tidak mengetahui soal dana DID itu. Dia baru tahu ada DID setelah adanya pemeriksan KPK. Dia mengakui pernah disuruh koordinasi oleh bupati dengan Dewa Wiratmaja. Soal PUPR kegiatan apa saja? Saksi mengatakan salah satunya proyek pembangunan fisik. Arahan bupati seperti apa? Tanya jaksa. Di antaranya dijawab adalah proses pengadaan.
Saksi kontraktor ditanya soal permintaan dana oleh Dewa Wiratmaja untuk pengurusan dana di pusat. Salah satu kontraktor juga ada diminta menghadap Bupati Eka Wiryastuti supaya tidak ada mis komunikasi dengan Dewa Wiratmaja.
Setelah itu, pernah ada percakapan antara saksi kontraktor dengan Wiratmaja. Saat itu dia minjam dana. “Minjam dana apa minta siapkan dana,” tanya jaksa KPK.
Saksi kontraktor mengatakan, pernah diminta siapkan dana Rp 150 juta untuk ke Jakarta. Dana itu untuk pengurusan dana pusat. Dan nantinya setelah dana turun (keluar) akan digunakan mempekerjakan proyek di Tabanan.
Nanti proyek itu akan didapat saksi. Namun saksi menegaskan bahwa proyek yang didapat di Tabanan melalui tender. (Miasa/balipost)