Wayan Ramantha. (BP/dok)

Oleh I Wayan Ramantha

Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2022 yang semula di kisaran 5,2 persen hingga 6,4 persen menjadi 3,8 persen hingga 4,6 persen. Koreksi yang mendekati angka 2 persen ini, disebabkan belum pulihnya pariwisata dan tingginya angka inflasi yang tak terbayangkan sejak tahun sebelumnya. Sementara itu, transformasi Ekonomi Kerthi Bali yang sangat strategis dan fundamental, belum menunjukkan hasil yang dapat memantik pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, karena targetnya memang berjangka menengah dan panjang.

Bila proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh BI dirata-ratakan pada angka 4,2 persen (3,8 persen + 4,6 persen : 2), lalu dibandingkan dengan inflasi tahunan per bulan Juli yang mencapai 4,39 persen, maka sesungguhnya secara kualitas, ekonomi Bali ada dalam keadaan minus 0,19 persen. Kondisi ini tentu harus disikapi, tidak hanya oleh Gubernur, tetapi juga oleh para Bupati dan Wali Kota, serta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) nya masing-masing. Tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh dunia usaha dan masyarakat luas.

Baca juga:  Pembangunan Infrastruktur Tak Dorong Pertumbuhan Ekonomi 

Guna mencapai tujuan jangka menengah-panjang konsep Ekonomi Kerthi Bali, yaitu untuk memperkuat struktur dan fundamental perekonomian berbasis sumber daya lokal, berkualitas, bernilai tambah, tangguh dan berdaya saing, maka ada beberapa data yang harus kita cermati. Neraca perdagangan Bali pada Febroari 2022 menunjukkan lima besar komoditas impor, pada urutan kedua diduduki oleh logam mulia dan perhiasan/permata. Sementara itu, Bali juga masih mengimpor buah dan bumbu-bumbuan seperti bawang putih dan garam yang ikut membuang-buang devisa.

Baca juga:  Bupati Suwirta Launching Pasar Gotong Royong Krama Bali

Memperhatikan kondisi data eksisting seperti itu, sudah saatnya dicermati peta jalan (road map) transformasi Ekonomi Kerthi Bali yang oleh Kementerian PPN/Bappenas sudah dianggap selaras dengan visi Indonesia 2045. Dalam peta jalan itu, Bali diarahkan untuk melakukan reaktivasi ekonomi non-pariwisata seperti reaktivasi sektor pertanian, perikanan, dan industri kecil dan menengah. Juga reaktivasi ekonomi kreatif berbasis kebudayaan Bali, serta pembangunan infrastruktur, adopsi dan kreasi teknologi digital.

Peraturan Gubernur Bali No. 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali yang sudah berumur lebih dari tiga tahun, saatnya memperoleh tindak lanjut dari seluruh pemangku kepentingan, sehingga dia tidak menjadi “macan ompong”. Kerja keras Gubernur yang sampai berbuih-buih memasyarakatkan dan mempropagandakan garam lokal misalnya, tidak menjadi sia-sia, lalu dapat meningkatkan kesejahteraan petani Bali, disamping menghemat devisa negara.

Baca juga:  Dunia Usaha dan Perekonomian Bali Terancam Kolaps

Tindak lanjut untuk menjadikannya program kerja oleh para Bupati/Wali Kota, OPD dan dunia usaha menjadi penting, agar Ekonomi Kerthi Bali tidak terhenti di tataran teks, tetapi bersambung hingga ke tataran konteks. Akhirnya, visi pembangunan yang ingin mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia sakala-niskala, benar-benar bisa terwujud di alam Bali yang suci dan harminis ini.

BAGIKAN