tim gabungan
Petugas menyegel MC ilegal di wilayah Kuta.(BP/dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penipuan dan kasus-kasus terkait jasa serupa penukaran valuta asing (valas) atau money changer ilegal tidak hanya sekali terjadi, namun beberapa kali. Bahkan saat pariwisata Bali di puncak kejayaan, kasus money changer tak kalah maraknya.

Ketua Asosiasi Penukaran Valuta Asing (APVA) Bali, Ayu Astuti Dama, Rabu (27/7) mengatakan, margin usaha money changer tidak seberapa. Dari penukaran USD300, Ayu Dama menyebut hanya mendapat untung Rp50.000. “Jadi kita mengeluarkan Rp4.380.000 (kurs 14.600). Cuma dapat Rp50 ribu. Makanya kalau banyak yang nukar, baru kita banyak dapat, jadi untungnya tidak seperti yang diharapkan money changer ilegal, makanya mereka pakai jalan pintas,” ungkapnya.

Baca juga:  Dari Jangan Ada "Musuh dalam Selimut"! hingga Tiga Zona Merah di Bali Sumbang Kumulatif Kasus di Atas 150 Orang

Menurutnya, money changer ilegal melihat peluang untuk dilakukannya penipuan terhadap turis asing sehingga memanfaatkan peluang tersebut untuk berniat mencari untung. Ayu Dama menyebut, dari hasil menipu, money changer ilegal bisa meraup untung hingga Rp2 juta per sekali transaksi. “Sedangkan usaha jasa penukaran valas legal seperti kita tidak sampai segitu per transaksi. Mereka melakukan itu, karena ada peluang, memang ada indikasi, memang mau cari duit secara cepat dengan tidak berusaha,” ungkapnya.

Peluang menggiurkan tersebut menyebabkan bisnis money changer ilegal terus muncul. Apalagi aturan terkait money changer ilegal masih abu–abu, belum jelas siapa yang berhak menindak, karena Bank Indonesia selaku lembaga yang mengeluarkan izin penukaran valuta asing bukan bank mengawasi, membina dan menindak penukaran valas yang berizin saja. Sementara money changer ilegal tidak bisa ditindak sebagaimana diatur dalam PBI 18 dan PBI 21.

Baca juga:  Tewas Setrum Listrik Saat Pasang Plang Money Changer

Sehingga oknum yang melakukan penipuan atas nama money changer bukan karena sulitnya mendapatkan izin dari BI. Tapi karena memang berniat mencari keuntungan banyak.

Ia mengatakan anggota APVA yang tersisa pascadihempas pandemi sebanyak 103 PT dengan total 400-an cabang. Pembinaan anggota dilakukan bekerjasama dengan BI. “Setiap izin jasa penukaran valas yang dikeluarkan BI pasti diwajibkan masuk asosiasi. Kita selalu memberikan arahan kepada anggota, tertib admnistrasi, yang berhak memberikan pembinaan–pembinaan yaitu pihak BI sedangkan BI sudah selalu memberikan arahan,” ujarnya.

Baca juga:  Tipu WNA, Karyawan Money Changer Ditangkap

Kepala BI KPw Bali, Trisno Nugroho, mengatakan, pengawasan BI terhadap money changer telah dilakukan dengan adanya website dari masing–masing money changer. Telah ada sekitar 130-an website money changer legal yang bisa diakses masyarakat dan turis. “Tinggal dipromosikan dan dimanfaatkan. BI juga bekerja sama dengan pihak banjar, bendesa, kapolres, untuk mengawasi kegiatan KUPVA di luar kewenangan BI. Kita juga ingin menjaga Bali, jangan sampai memalukan, jangan sampai wisman ditipu. Nama besar Bali bisa tercoreng. Tapi namanya orang bisnis, ada saja cara–cara menipu,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN