Dr. dr. A. A. Sri Wahyuni, Sp. K.J., (tengah) berbicara terkait kasus penganiayaan, penelantaran, dan pencabulan bocah perempuan yang dirilis Polresta Denpasar, Senin (1/8). (BP/ken)

DENPASAR, BALIPOST.com – Saat merilis perkembangan kasus dialami NKS alias Na, Kapolresta Denpasar Kombes Pol. Bambang Yugo Pamungkas didampingi Ketua KPPAD Bali Ni Luh Gede Yastini, Ketua Yayasan Lentera Anak Bali Dr. dr. A. A. Sri Wahyuni, Sp. K.J., perwakilan UPTD PPA Kota Denpasar Putu Anggreni, Dinas Sosial Kota Denpasar dan Yayasan Gerasa. Terkait kasus ini, korban dikhawatirkan mengalami trauma berkepanjangan akibat penanganan yang salah.

Seperti disampaikan Ketua Yayasan Lentera Anak Bali Dr. dr. A. A. Sri Wahyuni, Sp. K.J., pihaknya bergerak bidang pencegahan dan penanganan anak sebagai korban tindak kekerasan, termasuk penelantaran. Oleh karena itu yayasan ini mempunyai atensi besar terhadap kasus anak seperti dialami NKS. “Janganlah pemberitaan atau asesmen kasus ini menambah trauma anak ini. Karena biasanya seperti diketahui kita hanya seperti pemadam kebakaran. Setelah kasus ini selesai dan tersangka, terduga dipenjara, kita lupa anak ini. Sedangkan trauma itu terjadi sepanjang hidupnya,” ujarnya.

Baca juga:  Tetangga Sebut Tak Kerja, Tersangka Penganiaya Bocah Perempuan Ngaku Ini Kerjaannya

Masyarakat, menurut Sri Wahyuni, ketika ketemu kasus seperti ini wajib melapor. Ia mengimbau jika korban publikasikan matanya mestinya ditutup.

Jangan sampai masalah ini akan menambah trauma baru bagi korban dari kita seperti menolong tapi mengulangi lagi trauma berikutnya, terutama kurangi kunjungan-kunjungan juga. Biasanya saat kasus baru semua orang datang ke rumahnya tidak ada pembatasan dan ini juga akan menambah trauma.

Pasalnya trauma ini muncul saat usia 10- 11 tahun muncil dampak apa yang dialami sejak berpisahnya kedua orangtuanya sudah bingung. “Untuk itulah melalui pertemuan kita sore hari ini saya memohon jangan sampai anak yang sudah jadi korban jadi korban lagi karena orang yang menolong dengan penanganan-penanganan yang salah,” kata Sri Wahyuni.

Baca juga:  KONI Bali Bahas Imunisasi Bagi Atlet PON

Terkait seorang ibu sampai membiarkan terjadi kekerasan terhadap anak kandungnya karena tidak berdaya dan punya kemampuan terhadap orang yang jahat yang diajak hidup bersama dalam jangka waktu lama. Dipukul itu dirasakan seperti dewa penolong. “Jadi orang yang jahat yang pernah melakukan tindakan kekerasan seperti apapun akan dianggap dewa penolong. Kita sebagai perempuan harus hati-hati ketika orang tersebut pernah memukul atau menganiaya,” ujarnya.

Baca juga:  Pemandu Jet Ski yang Cabuli Turis Dituntut Lima Tahun

Kalau mengalami peristiwa seperti ini, Sri Wahyuni berharap melapor ke lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan seperti Yayasan Lentera Anak Bali dan Gerasa. “Pasti dibantu dan tidak usah bayar. Tidak usah malu daripada berakhir dibalik jeruji besi,” tutupnya.

Perwakilan UPTD PPA Kota Denpasar Putu Anggreni menyampaikan, pada prinsipnya terkait kasus ini pihaknya berkoordinasi cepat, aparat desa langsung bergerak menyelamatkan korban dan akhirnya bertemu ayah kandungnya. “Saat ini luar bisa di Kota Denpasar karena banyak sekali kasus kekerasan seksual dan kekerasan terhadap anak. Pelakunya orang terdekat, misalnya bapak tiri, ayah kandung. Kami bersama tim berharap polisi bergerak cepat dan tanggap walaupun jumlah personel terbatas,” tandasnya. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN