Ibu-ibu di Desa Adat Pegadungan, Kecamatan Sukasada antusias melaksanakan tradisi ngoncang ketika melaksanakan upacara dan piodalan di desa adat setempat. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Pegadungan di Kecamatan Sukasada memiliki warisan tradisi yang masih tetap lestari hingga sekarang. Tradisi itu dikenal dengan nama “ngoncang” yang artinya memukul atau menumbuk ketungan (alat untuk menumbuk padi zaman dahulu-red), sampai mengeluarkan bunyi yang saling bersahutan. Tradisi ini masih bisa dimainkan para ibu-ibu di desa adat yang sudah menginjak usia lanjut (lansia).

Tidak ingin sekaa ngoncang punah, Desa Adat Pegadungan melaksanakan pembinaan terhadap sekaa ngoncang itu sendiri. Kebijakan ini sejalan dengan visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) yang digulirkan Gubernur Bali, Wayan Koster.

Petajuh Desa Adat Pegadungan, Wayan Sukra Nita, Kamis (4/8) kemarin mengatakan, ngoncang menjadi warisan tradisi yang telah ada sejak terbentuknya Desa Adat Pegadungan. Para ibu-ibu ini pentas ketika di desa adat akan melaksanakan upacara, piodalan di Pura Kahyangan Tiga dan juga saat krama melangsungkan upacara adat.

Baca juga:  Masyarakat Banjar Adat Kebon Gelar "Usaba Dangsil"

Sejak terbentuk sampai sekarang, anggota sekaa ngoncang di desa adat ini kian berkurang. Ini karena faktor usia yang sudah menginjak lanjut usia, sehingga tidak mampu ngoncang ketika akan dipentaskan. “Dari dulu memang sudah ada dan yang mengoncang ini ada ibu-ibu saja, namun usia mereka sekarang sudah lansia dan jumlahnya kian berkurang, sehingga tradisi di desa kami ini terancam punah,” katanya.

Menurut Sukra Nita, mencegah tradisi ngoncang id desanya punah, pihkanya kemudian menggulirkan program untuk melaksanakan pembinaan tentang tradisi ngoncang. Selain menyasar para ibu-ibu, pembinaan ini juga melibatkan generasi muda di desa adat.

Program ini selain untuk menanamkan budaya untuk mencintai warisan tradisi dari leluhur, juga untuk mencari ibu-ibu atau generasi muda yang menguasai tentang tehnik nogncang. “Kalau tidak ada yang meneruskan, kami khawatir ketika ada piodalan dan ada upacara adat ke kaman mencari sekaa ngoncang, sehingga pembinaan ini kami gulirkan agar ibu-ibu dan generasi muda bisa memainkan dan mencintai tradisi di desa adat kita,” tegasnya.

Baca juga:  Desa Adat Nusasari Bangkitkan Krama "Sagilik Saguluk Salunglung Sabayataka"

Sasaran lain dari pembinaan sekaa ngoncang itu, Sukra Nita menyebut kebijakan yang dijalankan itu sejalan dengan visi misi NSKLB yang digulirkan Gubernur Bali, Wayan Koster. Untuk itu, sejak pihaknya menerima bantuan keuangan khusus (BKK) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, program pembinaan sekaa ngoncang ini dimasukan untuk mendapatkan alokasi anggaran.

Selain itu, BKK yang diterima dari Pemprov Bali itu, membiayai perbaikan palinggih di Pura Desa/ Pura Puseh. Pembangunan ini dilakukan bertahap dari tahun 2020, 2021, dan tahun 2022 ini. Selain itu, penataan di Pura Beji yang sangat disucikan oleh krama desa juga disentuh program penataan kawasan dengan sumber anggaran BKK Pemprov Bali. Dari program pembangunan fisik pada baga prayangan ini, terbukti meringankan beban krama desa itu sendiri.

Baca juga:  Tari Sakral Baris Memedi Tetap Eksis di Jatiluwih

Kendati sedang membangun fisik, namun krama desa tidak lagi terbebani dengan iuran (paturunan). Sebaliknya sebagai swadaya krama hanya melalui kegiatan gotong royong saja. Dengan fakta ini, kebijakan kucuran BKK Gubernur Bali, Wayan Koster, dinilai telah terbukti membantu desa adat dan meringankan krama desa. Untuk itu, program ini layak untuk dilanjutkan untuk periode berikutnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN