JAKARTA, BALIPOST.com – Potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat adanya perubahan iklim, jika tidak ada intervensi kebijakan, mencapai Rp 544 triliun sepanjang 2020 sampai 2024. Demikian dikatakan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam.
“Kita lihat potensi hazard yang ada dan setelah dihitung dan di evaluasi potensi kerugian ekonominya mencapai Rp544 triliun,” katanya dalam Media Briefing: Measuring The Progress of Low Carbon and Green Economy yang dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (9/8).
Medril menuturkan, potensi kerugian ekonomi Indonesia sebesar Rp544 triliun tersebut meliputi empat sektor yaitu pesisir dan laut Rp408 triliun, air Rp26 triliun, pertanian Rp78 triliun dan kesehatan Rp31 triliun.
Di Indonesia sendiri sudah terjadi peningkatan intensitas kejadian bencana hidrometeorologi dengan mencapai 5.402 kejadian hanya sepanjang 2021.
Dari 5.402 kejadian bencana alam sepanjang tahun lalu tersebut sebanyak 98 persen sampai 99 persen di antaranya merupakan bencana hidrometeorologi.
Menurut Medril, perubahan iklim ini harus segera diatasi melalui berbagai kebijakan ketahanan iklim yang dinilai akan mampu menghindari potensi ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga 2024.
Terlebih lagi, baik Indonesia maupun global saat ini memiliki triple planetary crisis yaitu perubahan iklim, polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati yang akan mengancam masa depan bumi dan manusia.
Berdasarkan data Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada 2022, krisis perubahan iklim mengancam sekitar 50 persen sampai 75 persen dari populasi global pada tahun 2.100.
Kemudian berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 2022, polusi udara dinobatkan sebagai penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia hingga terdapat 4,2 juta kematian setiap tahun.
Sementara berdasarkan Platform Kebijakan-Sains Antarpemerintah tentang Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem (IPBES) 2019, hilangnya keanekaragaman hayati dapat mengancam kesehatan manusia dan jasa ekosistem.
Saat ini terdapat sekitar 1 juta spesies tumbuhan dan hewan yang menghadapi ancaman kepunahan. “Sambil kita mengalami tiga ancaman besar dan ada COVID-19 pula maka ini membuat setback pembangunan kita padahal kita sudah punya Visi 2045. Kita ingin menjadi sejajar dengan negara maju lainnya,” tegas Medril. (Kmb/Balipost)