Salah satu bagian bukit yang bopeng akibat aktivitas pengerukan di Dawan. (BP/Gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Hasil analisis BEM Unud yang dituangkan ke dalam Laporan Penemuan Pengerukan Bukit Klungkung, memuat fakta-fakta menarik seputar pengerukan ilegal di sejumlah desa di Kecamatan Dawan. BEM Unud tegas menyatakan pengerukan itu ilegal, bahkan melanggar PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang.

Fakta menarik lainnya, sebelum perusakan lingkungan itu terjadi, rupanya ada perjanjian antara pengeruk dan pemilik lahan dengan desa. BEM Unud menegaskan, bahwa dari fakta-fakta yang ada, pengerukan ini tak diikuti penataan, seperti apa yang dijanjikan oleh pihak pengeruk maupun dalih-dalih dari pemerintah daerah setelah pengerukan liar ini mendapat sorotan masyarakat.

Dalam dokumen laporan yang disampaikan Ketua BEM Unud Darryl Dwiputra kepada Bali Post belum lama ini, terungkap salah satu hasil pertemuan BEM Unud dengan Perbekel Desa Pesinggahan di kantornya. Pihak desa tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan atau menutup aktivitas pengerukan berkedok penataan lahan tersebut.

Baca juga:  Dua Bulan Lebih Tutup, Penglipuran Siapkan Protokol "New Normal Tourism"

Pada pertemuan itu, juga terungkap Perbekel Desa Pesinggahan memperlihatkan sebuah surat perjanjian antara pengeruk dan pemilik lahan dengan pihak desa. Isi perjanjiannya, antara lain; aktivitas tersebut harus mendapatkan ijin AMDAL ataupun UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Harus dilakukan penataan lahan setelah pengerukan. Truk yang membawa material hasil kerukan tidak boleh konvoi. Truk tidak boleh melaju dengan kecepatan tinggi. Truk harus ditutupi terpal ketika membawa bahan material agar tidak menyebabkan polusi udara.

Baca juga:  Dua Pelajar SMP Duel di Dekat RJ Bupati Klungkung

Ketika aktivitas pengerukan telah selesai, maka pihak pengeruk wajib memperbaiki jalan yang rusak akibat proyek tersebut. Bila perbaikan jalan yang rusak akibat proyek tersebut tidak dilakukan, maka alat-alat berat yang digunakan dalam aktivitas pengerukan bukit akan disita.

Dari beberapa perjanjian yang ditetapkan dalam surat itu, BEM Unud mencermati dan memberikan analisis dalam laporannya. BEM Unud menemukan bahwa, tidak adanya kepastian bahwa kapan pengerukan dihentikan, maka akibatnya tidak dapat dipastikan kapan penataan pascapengerukan dapat terjadi.

Baca juga:  Hadapi Situasi Kemanusiaan Parah, PBB Desak Dunia "Berbuat Lebih" untuk Gaza

Truk yang mengangkut material pengerukan ada yang tidak menggunakan terpal diatasnya, akibatnya banyaknya material yang jatuh ke jalanan membuat jalan berdebu atau dipenuhi oleh material yang diangkut. Truk mengangkut material dengan laju tinggi, akibatnya jalanan yang rusak tidak adanya perbaikan oleh pihak pengeruk, dan banyaknya warga setempat yang menjadi korban jatuh di sana.

Hal ini dibuktikan dari keterangan warga setempat dan dijawab langsung oleh bupati melalui media sosial untuk diatensikan kepada Dinas PUPRPKP. Tidak adanya sistem terasering yang dilakukan di titik pengerukan, yang kemungkinan berakibat pada bencana alam tanah longsor dikemudian hari. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN