Nurrachman Oerip. (BP/Istimewa)

Oleh Nurrachman Oerip

Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) No. 18 Tanggal 10 September 2008 menetapkan tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi. Dari perspektif ketatanegaraan, Keppres RI itu adalah dokumen hukum memperkokoh legalitas historis pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan UUD 1945, tindak lanjut Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, menjadi Negara Bangsa yang merdeka dan berdaulat sebagai hasil perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Mengingat bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD 1945 menjadi Konstitusi NKRI maka penetapan tersebut pada hakikatnya bermakna, bahwa UUD 18 Agustus 1945 dan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan satu kesatuan dan menjadi tonggak sejarah berdirinya Negara Bangsa Indonesia sehingga kedua peristiwa sejarah itu bersifat manunggal tidak dapat dipisahkan oleh siapapun dan pada saat kapanpun.

Konsekuensi logisnya, perombakan dan penggantian semangat substantif UUD 1945 cq Pancasila melalui 4 kali amandemen (1999 – 2002) maka wajib dikaji kembali secara arif, bijak dan seksama untuk diperbaiki. Perbaikan diperlukan sebagai urgensi tindakan “damage recovery” secara beradab dan bermartabat oleh sesama anak bangsa melalui forum Urun Rembugan Kebangsaan (URK); sebagai sarana dan wahana merumuskan titik temu, titik tumpu dan titik tuju mencapai Tujuan Nasional, yaitu NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Baca juga:  Diplomasi Cara Jitu Dukung Kemerdekaan Palestina

Forum URK itu merupakan titian merintis rekonsiliasi antara pengusung hasil-hasil 4 kali amandemen UUD 1945 dan pendukung menghadirkan kembali UUD 1945 untuk disempurnakan melalui Adendum. Pengkajian kembali hasil amandemen UUD 1945 merupakan metoda kondusif mencapai win-win solution untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada abad 21 dan seterusnya.

Patut disadari dan dipahami makna esensial pertanyaan, yaitu: Mengapa bangsa Amerika walaupun hingga saat ini sudah melakukan 27 kali amandemen tetapi mereka tetap menjaga, memelihara dan melindungi naskah asli Declaration of Independence dan The Constitution of United States of America. Mereka tidak mau merubah mahakarya para pendiri bangsanya, sebagai bentuk penghargaan dan rasa hormat sejati. Kiranya hal inspiratif tersebut perlu menjadi bahan refleksi kita pula dalam memperingati Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia Ke-77, tanggal 17 Agustus 2022, dan Hari Konstitusi 18 Agustus. Perubahan dan penggantian UUD 1945 sama saja dengan menciptakan kondisi bagi terputusnya matarantai sejarah (historical missing-link) antar generasi bangsa Indonesia. Potensi ancaman berbahaya itu perlu segera diatasi. Ingat, pesan Bung Karno JAS MERAH.

 

Patut dicatat, bahwa perombakan dan penggantian UUD 1945 terjadi akibat invasi nir-militer kekuatan luar menggunakan metoda legal warfare, khususnya oleh National Democratic Institute (NDI) berkolaborasi dengan para komprador lokalnya sebagai agen proxy “perang persepsi (war of perception)” pada era euforia reformasi. Akibatnya, mental ideologis Pancasila bangsa berhasil ditaklukkan tanpa peperangan fisik. Peristiwa itu bisa terjadi akibat kesalahan fatal kebijakan publik pemerintahan orde baru yang bernuansa korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga menyulut kebencian luar biasa khususnya desakan agar UUD 1945 cq Pancasila tidak disakralkan. Dinamika kondisi politik itu dimanfaatkan secara optimal oleh NDI dkk untuk melakukan “demokratisasi” ala mereka dan merubah UUD 1945.

Baca juga:  Tak Ada Indikasi Mahasiswa Bali Terlibat Paham Radikal

Bangsa Indonesia wajib memahami dan menyadari tidak hidup di ruang hampa sehingga harus mampu bekerja sama dan bersaing secara setara dengan berbagai bangsa dan negara. Negara adikuasa dan negara-negara adidaya yang punya kepentingan politik global berusaha agar Indonesia masuk dalam lingkup pengaruh politik (political sphere of influence) dan/atau kekuasaan mereka dengan segala siasat dan muslihat masing-masing. Oleh sebab itu, amandemen UUD 1945 perlu dicermati pula dalam konteks pertarungan kepentingan politik global. Keterlibatan khusus NDI dan berbagai lembaga non-pemerintah negara-negara barat pada proses amandemen UUD 1945, mengungkapkan kepentingan tersebut.

Dampak destruktif perubahan UUD 1945 ialah kedaulatan tidak lagi berada di tangan rakyat dan sistem sendiri pemerintahan Indonesia dirombak dan digantikan sistem dari luar yang bertolak belakang dengan upaya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, Pemilihan Umum (Pemilu), tanggal 14 Februari 2024, adalah momentum perintisan upaya dan kegiatan rakyat sebagai pemilik suara, atribut pemegang kedaulatan, agar tidak lagi sekadar follower tetapi trendsetter proses dan hasilnya. Hak konstitusional sepenuhnya rakyat di bidang politik dan ekonomi wajib diperjuangkan agar dipenuhi pemerintahan Indonesia, merujuk alinea 4 Pembukaan UUD 1945.

Baca juga:  Pemimpin "Nyampah" Bukan "Campah"

Saatmya The Voice of The Voiceless Konstituen Pemilu 2024 Bersikap, perlu digelorakan secara arif dan bijak bagi penggunaan tagline Jika Saya Korupsi. Tidak Selamat untuk mendukung Pemilu 2024 menghasilkan para kader bangsa dan pimpinan nasional potensial yang punya etika bernegara dalam melaksanakan tugas konstitusi secara adil dan beradab, yaitu berintegritas, jujur dan bertanggung jawab.

Berintegritas, jujur dan bertanggung jawab adalah hakikat tagline tersebut, sebagai aktualisasi Sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, agar Pancasila sebagai working ideology menjadi ilmu alamiah dan amal ilmiah. Hal itu langkah awal pemulihan kembali kedaulatan ke tangan rakyat dan juga relevan serta berguna untuk mencegah, menangkal dan meniadakan dampak penetrasi segala nilai (values) transnasional untuk merongrong dan menggerogoti Pancasila dari pihak manapun, khususnya dalam konteks pertarungan kepentingan politik global.

Pemerhati Masalah Budaya, Sosial dan Politik Kebangsaan. 

Disampaikan pada pertemuan Ketua DPD RI, AA LaNyala Mahmud Mattalitti dengan Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) di Gedung DPD RI.

BAGIKAN