JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengajak para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) untuk memanfaatkan peluang di sektor pangan. Peluang ini terbuka di tengah ancaman krisis pangan akibat ketidakpastian ekonomi global karena pandemi COVID-19 dan perang di Ukraina. Hal ini disampaikan Presiden saat memberikan pengarahan kepada KADIN Provinsi Se-Indonesia, di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (23/8).
“Dalam kondisi sesulit apapun, dalam situasi sesulit apapun pasti ada peluang, dan yang bisa menggunakan peluang itu adalah entrepreneur, wirausahawan, Bapak/Ibu sekalian, enggak ada yang lain,” ujar Presiden dikutip dari keterangan tertulisnya.
Presiden pun mendorong Kadin untuk mengembangkan sektor pangan dengan pola baru yang didukung dengan teknologi yang ada. “Kalau Kadin kerja jangan yang tradisional dong, mekanisasi, konsorsium, bareng-bareng, bikin 100 ribu hektare, dengan alat-alat modern, pemupukan pakai drone. Ini baru Kadin,” pungkasnya.
Presiden menyampaikan, konflik Rusia dan Ukraina memicu terhambatnya pasokan gandum dari dua negara penghasil gandum utama dunia. Ukraina memiliki stok sekitar 77 juta ton, sementara Rusia 130 juta ton gandum.
“Artinya total di dua negara itu sudah 207 juta ton. Kita ini makan beras hanya 31 juta (ton) per tahun, ini 207 juta ton enggak bisa keluar. Bapak/Ibu bisa bayangkan negara-negara yang mengimpor dari sana terutama Afrika betul-betul saat ini berada pada kondisi yang sangat sulit,” ujarnya.
Harga pangan global yang diukur dengan FAO Food Price Index (FFPI) saat ini juga meningkat hingga mencapai 140,9, lebih tinggi dari krisis pangan pada tahun 2012 yang sebesar 132,4 dan 2008 yang 131,2. “Awal dulu hanya ada enam negara yang membatasi ekspor pangannya, sekarang 23 negara. Semuanya menyelamatkan negaranya masing-masing,” imbuh Presiden.
Tantangan saat ini, tegas Presiden, memang harus diwaspadai namun juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas di sektor pangan. Salah satunya adalah komoditas beras, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga berpeluang untuk diekspor ke sejumlah negara.
“Kemarin misalnya dari Cina minta beras 2,5 juta ton, dari negara lain (Arab) Saudi misalnya sebulan minta 100 ribu ton beras. Saat ini kita belum berani, sudah kita setop dulu, tapi begitu produksinya melompat karena Bapak-Ibu terjun ke situ bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor dengan harga yang sangat feasible, dengan harga yang sangat baik,” ujarnya.
Presiden pun menyampaikan rasa syukurnya karena di tengah ancaman krisis pangan Indonesia telah berhasil meningkatkan sistem ketahanan pangan serta berswasembada beras sejak tahun 2019 lalu.
“Dua minggu yang lalu disampaikan kepada kita sebuah sertifikat dari International Rice Research Institute yang menyatakan bahwa ketahanan pangan kita baik dan swasembada beras kita sudah dimulai sejak 2019. Di sisi lain negara lain kekurangan pangan kita justru dinyatakan sudah swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita baik,” ujarnya.
Peluang yang lain adalah produksi komoditas untuk substitusi impor. Presiden pun menegaskan komitmen pemerintah untuk menekan impor komoditas pangan seperti gandum dan jagung.
“Yang masih impor apa? Gandum, 11 juta ton. Di Indonesia enggak bisa menanam gandum, enggak bisa, ya campurannya gandum. Gandum bisa dicampur cassava, gandum bisa dicampur sorgum, gandum bisa dicampur sagu, dan lain-lainnya,” ujarnya.
Salah satu daerah yang cocok ditanami sorgum adalah wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Presiden pun mengajak KADIN untuk mengalkulasi peluang serta berperan dalam pengembangan sorgum di wilayah tersebut.
“Saya melihat kemarin di Waingapu, di NTT, yang air tidak ada di sana, tanahnya marginal, tetapi yang namanya sorgum tumbuh sangat subur, dan lahan kalau mau cari berapa ribu hektare pun, ratusan ribu hektare pun di NTT itu banyak. Ini yang kita tunggu dari KADIN untuk itu,” ujarnya.
Selain sorgum, terdapat juga peluang untuk komoditas jagung yang memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Permintaan sangat banyak sekali, baik dari dalam negeri maupun dari luar karena impor jagung kita sekarang ini masih 800 ribu ton, yang sebelumnya tujuh tahun yang lalu impor kita 3,5 juta ton,” ucapnya. (kmb/balipost)