DENPASAR, BALIPOST.com – Dampak inflasi sangat nyata bagi masyarakat Bali. Harga-harga naik tidak diikuti dengan tersedianya lapangan kerja baru. Jika harga BBM Subsidi dinaikkan, ekonom memprediksi situasi ini akan memperparah kondisi Bali.
Guru Besar dari FE Unud, Prof. Wayan Suartana, Rabu (24/8) mengungkapkan kondisi ini cukup mengkhawatirkan jika inflasi tak terkendali. Untuk itu perlu upaya-upaya yang sistematis dan terukur mengendalikan angka inflasi ini.
Kewenangan yang dimiliki Pemda harus dioptimalkan
dan ada terobosan kebijakan yang membantu pemulihan ekonomi Bali. Pemerintah pusat, dikatakannya, harus menambah benteng ekonomi Bali agar tidak keropos oleh goncangan inflasi dan kunjungan wisatawan yang belum sesuai target.
Kemungkinan kenaikan inflasi dipicu tingginya subsidi BBM sehingga membebani APBN. Ia mengatakan pemerintah mempunyai tiga opsi sebagai solusi.
Opsi pertama, menaikkan harga BBM dengan risiko akan menurunkan daya beli dan konsumsi sekaligus pertumbuhan ekonomi, tetapi di sisi lain beban APBN menurun. Sentimen ini juga akan menimbulkan kemungkinan panic buying sehingga masyarakat
miskin semakin kehilangan energinya.
Opsi kedua, tidak menurunkan harga BBM sehingga masih ada beban APBN tetapi momentum pertumbuhan ekonomi terjaga. Opsi ketiga tentu saja pembatasan BBM bersubsidi. “Apapun keputusan pemerintah hendaknya memperhatikan rakyat kecil dan marjinal,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar dari Undiknas, Prof. IB Raka Suardana mengatakan, anggaran pemerintah untuk subsidi sebesar Rp502 triliun adalah untuk harga minyak mentah yang diasumsikan USD 63 – USD 100
per barel. Namun kondisi harga minyak mentah saat ini lebih tinggi dari itu yaitu USD 100 – USD 105 per barel.
Menurutnyya jika harga pertalite tidak naik, APBN akan jebol. Diperlukan Rp198 triliun tambahan anggaran subsidi jika harga minyak mentah di atas USD 100 per barel.
Wacana kenaikan BBM subsidi 90% dipastikan akan terjadi. Namun ada solusi lain yang bisa dilakukan yaitu, BBM subsidi hanya boleh dikonsumsi untuk roda dua dan transportasi umum. Sedangkan roda empat kendaraan pribadi dialihkan untuk membeli BBM nonsubsidi.
Selain berdampak pada kenaikan inflasi, kenaikan BBM pasti akan berdampak pada sosial, dan ekonomi kerakyatan. Jika kenaikan pertalite mencapai Rp10.000-an per liter maka inflasi Bali akan naik 0,97% (mtm) dan 7,5% (yoy).
Kenaikan inflasi ini akan menurunkan daya beli masyarakat karena pendapatan riil masyarakat akan turun. Hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat dan pemulihan ekonomi Bali.
Sementara Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga BI menjadi 3,75 persen. Dikutip dari website resmi Bank Indonesia, keputusan kenaikan
suku bunga tersebut sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food.
Selain itu untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Sebab saat ini ketidakpastian pasar keuangan global masih sangat tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.
Kondisi eksternal ini akan sangat mempengaruhi ekonomi Bali. Apalagi pelaku usaha di Bali belum menemukan titik terang terkait permasalahan yang
dihadapi yakni restrukturisasi kredit yang akan segera berakhir serta tambahan modal yang tak kunjung cair dari perbankan. (Citta Maya/balipost)