Salah satu pembangunan infrastruktur yang dibangun di Desa Adat Munduk Kunci adalah Bale Kulkul di Pura Desa/Puseh. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Munduk Kunci di Kecamatan Sukasada melaksanakan pembangunan infrastruktur. Ini berhasil diwujudkan setelah adanya kucuran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.

Dengan kucuran dana ini, pembangunan infrastruktur berhasil dijalankan tanpa membebani krama desa itu sendiri. Desa Adat Munduk Kunci sendiri terbagi menjadi 4 tempekan, yaitu Tempek Munduk Kunci, Tegal Linggah, Kaja Kangin, dan Tempek Kaja Kauh.

Sejak terbentuk sampai sekarang, desa adat ini memiliki krama desa yang tercatat sebanyak 487 kepala keluarga (KK). Berdasarkan silsilah dan awig-awig, Desa Adat Munduk Kunci terbentuk setelah mekar dari Desa Adat Selat Pandan Banten yang dulu sebagai desa awalnya.

Kesepakatan para pendahulu desa adat, pertimbangan berdiri sendiri sebagai Desa Adat Munduk Kunci, karena saat itu krama desa bertambah banyak. Sementara, dari sudut nama Desa Adat Munduk Kunci berasal dari dua suku kata yaitu “Munduk” yang berarti wilayah dengan tofografi di ketinggian. Bisa orang menyebut dengan nama “munduk”. Selain itu ada kata “Konci”, yang artinya salah satu jenis tanaman yang dikenal sebagai bahan pewarna dan tanaman berkhasyat obat.

Baca juga:  Sebagai Agen Pembangunan, Program Gubernur Diimplementasikan di "Corporate Plan" BPD Bali

Tanaman ini dulunya banyak tumbuh di kawasan munduk itu sendiri. Sejak itu, diambil nama Desa Adat Munduk Konci. Sejalan dengan perkembangannya, kata konci lebih biasa disebut dengan kunci, sehingga sekarang nama desa adat ini adalah Munduk Kunci.

Kelian Desa Adat Munduk Kunci, Gede Gara, Minggu (28/8) mengatakan, sejak terbentuk, desa adat yang dipimpinnya itu mewarisi Pura Khayangan Tiga meliputi Pura Desa/Puseh, Dalem, dan Pura Segara. Selain itu, juga terdapat Pura Khayangan Desa yaitu, Pura Bukit dan Pura Taman. Warisan prayangan ini menuntut setiap krama desa bertangung jawab sebagai pengempon.

Baca juga:  Desa Adat Pengeragoan Dangin Tukad Optimalkan Potensi Wisata Perbatasan Yeh Leh

Tangung jawab ini ditunjukan oleh krama saat melaksanakan upacara dan piodalan juga menjaga kelestariannya. “Krama pengarep ini bertangung jawab dengan melaksanakan upacara dan piodalan yang sudah ditetapkan dan juga melakukan pemeliharaan agar warisan kami ini tetap terjaga,” katanya.

Menurutnya, kebijakan dalam menjaga kelestarian parahyangan dan juga wewidangan di desa adat, terbantu setelah ada kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang mengalokasikan BKK Rp300 juta per desa. Dengan bantuan ini, pembangunan infrastruktur telah terbangun.

Ini seperti, membangun Bale Kulkul di Pura Des/ Puseh. Kemudian membangun wantilan desa adat dan menata kawasan setra (kuburan) di desa adat. Pembangunan ini berhasil diujudkan tanpa membebani krama desa itu sendiri. “Setelah ada alokasi BKK dari Pemprov Bali pembangunan bisa kami jalankan dan krama sangat merasakan manfaatnya, di mana pembangunan berjalan tanpa membebani krama desa, untuk itu, kami sangat terbantu dan mendukung kebijakan Pak Gubernur Bali Wayan Koster untuk dilanjutkan kembali,” tegasnya.

Baca juga:  Desa Adat Banjarangkan Gelar Upacara “Nangluk Merana”

Terkait visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB), ia menilai dengan kebijakan ini desa adat mendapat perhatian besar dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan pemerintahan desa adat yang hanya ada di Bali. Untuk itu, dirinya berharap agar perhatian ini kedepannya bisa ditingkatkan.

Dukungan ini pun ke depannya diharapkan juga mempertimbangkan kondisi di setiap desa adat. Ini karena, antara desa adat yang satu dengan desa adat lain kondisinya tak sama.

Di samping itu, juga memiliki kebijakan tersendiri baik pada baga baga prayangan, pawongan, dan palemahan. “Saya berharap kalau memungkinkan BKK ditambah, karena desa adat perlu hal itu dan dan kondisisnya tak sama, sehingga dengan kebijakan ini desa adat kedepan tetap lestari,” katanya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN