Warga bermalam di tenda pengungsian untuk menghindari dampak gempa bumi di Kecamatan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyebut segmen megathrust Mentawai memiliki sejarah panjang kegempaan. Dikutip dari Kantor Berita Antara, Abdul mengatakan sejarah pertama mencatatkan pada segmen tersebut pada tahun 1797 terjadi gempa dengan magnitudo kisaran (M) 8,6—8,7 dan tsunami yang cukup signifikan.

Disebutkan pula bahwa di kawasan Pagai Selatan hingga arah Bengkulu pada segmen tersebut pernah terjadi gempa kisaran M 8,6—8,7. Selanjutnya pada segmen tersebut tercatat gempa Bengkulu pada tahun 2007 yang mengurangi energi yang tersimpan di segmen 1833.

Baca juga:  Sukses, Peserta Malang Flower Carnival 2017 Meningkat 90 Persen

“Gempa 2007 ini karakteristiknya guncangannya keras tetapi tsunaminya waktu itu minor,” ujar Abdul.

Di segmen Mentawai pula pada tahun 2010 terjadi gempa dengan kekuatan M 7,6 yang tidak terlalu signifikan, tetapi gempanya mengayun dan terjadi dalam waktu lama. Namun, terjadi tsunami yang sangat besar dan menelan banyak korban jiwa.

Terkini gempa di segmen Mentawai, khususnya di Siberut bagian utara, pada hari Senin (29/8) diguncang tiga gempa. Pembuka gempa dengan kekuatan M 5,4, kemudian gempa utama M 6,4. Setelah itu, ada 11 kali gempa susulan yang intensitasnya dari M 3,5—4,5.

Baca juga:  Pemerintah akan Evaluasi Keberadaan Pondok Pesantren Al-Zaytun

Abdul meyakini bahwa masyarakat Mentawai sudah memiliki pengalaman dalam menghadapi berbagai jenis gempa. Berangkat dari sejarah gempa di segmen Mentawai, hal inilah yang mendasari bahwa wilayah tersebut memiliki potensi tsunami dengan energi yang mencapai M 8,8.

“Jadi, segmen bagian atasnya ini mulai banyak dan sering kali gempa-gempa kecil. Apakah ini merupakan gempa pembuka dari gempa besar atau tidak? Tentu saja kita tidak mengharapkan demikian. Akan tetapi, kewaspadaan tentu saja harus kita perhatikan,” ujar Abdul. (kmb/balipost)

Baca juga:  Mitigasi Gempa dan Tata Ruang Bali
BAGIKAN