Sejumlah kendaraan antre mengisi BBM di salah satu SPBU di Badung, Bali pada Rabu (31/8/2022). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah tengah bergulat dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai USD 100 per barel. Hal ini membuat APBN terbebani karena memikul beban BBM bersubsidi cukup besar yaitu Rp502 triliun.

Pemerintah pun berencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga BBM bersubsidi dikhawatirkan semakin memperparah kondisi ekonomi Bali akibat makin meroketnya inflasi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan
saat ditemui di Mambal, Badung, Rabu (31/8) mengatakan, kenaikan harga
BBM bersubsidi menunggu instruksi Presiden. Menurutnya penyebab inflasi ada dua yaitu energi dan pangan.

Presiden telah memerintahkan untuk menangani soal inflasi aki￾bat dari gejolak harga pangan (volatile food/harga bergejolak). Sehingga masalah kenaikan
harga bahan pangan seperti bawang, telur, cabai rawit, mesti diselesaikan bersama-sama dengan provinsi, kabupaten/kota. “Kita monitor inflasinya masing-masing. Kita akan bisa kurangi inflasi komponen harga bergejolak (bahan pangan) yang mencapai 11,47% pada Juli 2022, menjadi jauh lebih rendah dan nanti itu akan berdampak kira-kira 0,25% kepada inflasi kita,” bebernya.

Baca juga:  Rakor Gakkumdu Pilkada, Belum Ada Tindak Pidana

Luhut memaparkan inflasi komponen inti pada Juli 2022 hanya 2,86%, cukup rendah, sedangkan inflasi yang tinggi adalah dari komponen harga bergejolak (bahan pangan) yang mencapai 11,47%. “Namun yang membuat tinggi karena gejolak harga bahan pangan. Jika masalah pangan ini diselesaikan dengan kompak, seluruh provinsi dan kabupaten di Indonesia, kita dapat menyelesaikannya,” imbuhnya.

Sejak Januari 2022, inflasi di Bali sudah terlihat. Bahkan merangkak naik setiap bulannya hingga Juli 2022, inflasi di Bali mencapai 6,73% (yoy).

Baca juga:  Panen Hadiah Simpedes BRI Kantor Cabang Denpasar Gatot Subroto

Menurut Kepala KPw BI Bali Trisno Nugroho, gejolak harga bahan pangan di Bali telah dilakukan langkah-langkah bersama TPID di kabupaten/kota. Sehingga BI memprediksi pada Agustus 2022 terjadi deflasi. “Namun angkanya
sangat dinamis,” ujarnya.

Jika kenaikan harga BBM dilakukan, kata dia, akan mempengaruhi inflasi karena distribusi bahan pangan menggunakan kendaraan yang notabene membutuhkan BBM. Akibatnya juga bahan pangan akan mengalami kenaikan.

Bali yang belum sepenuhnya pulih dari scars effect pandemi Covid-19, akan merasakan dampak signifikan.

Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) Bali
I Nengah Nurlaba mengatakan, pelaku usaha di Bali belum siap menghadapi kenaikan harga BBM bersubsidi ini, mengingat kondisi ekonomi Bali belum pulih sepenuhnya. Makanya dia menyebut ekonomi Bali akan paling terdampak
akibat inflasi dan kenaikan BBM.

Baca juga:  Sejumlah Warga Tolak Rencana Bangun Resort di TWA Batur

Meskipun telah ada geliat wisata, kata dia, namun tidak cukup menutupi scars effect dari pandemi selama 2 tahun. “Bali baru saja bangkit, jadi hendaknya janganlah dinaikkan saat ini. Meskipun saat ini kondisi sulit buat pemerintah
kita,” ujarnya.

Kenaikan harga BBM otomatis akan mempengaruhi kinerja dunia usaha. Sebagai gantinya, pemerintah akan menyiapkan BLT kepada masyarakat golongan tertentu. Hal ini akan membantu masyarakat di tengah masih adanya bekas luka akibat dampak pandemi. Terutama di Bali, pekerja pariwisata yang terkena dampak dari pandemi akan terbantu dengan BLT tersebut. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN