MATARAM, BALIPOST.com – Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam beberapa elemen organisasi (IMM, HMI, PMII, UMM, dan Cipayung Plus) mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab kebijakan tersebut dianggap sangat menyakiti hati masyarakat apalagi di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit pascapandemi COVID-19.
Aksi berlagsung panas karena diwarnai saling dorong antara mahasiswa dan aparat keamanan. “Kita minta pemerintah untuk meninjau kembali kenaikan BBM yang sudah diberlakukan karena masyarakat yang paling dirugikan apalagi di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit,” ungkap Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) NTB, Muhammad Anhar, di halaman gedung DPRD Provinsi NTB, Senin (5/9).
Jika BBM naik, maka kebutuhan bahan pokok lainnya juga akan mengikuti. Wartawan Suara NTB (Kelompok Media Bali Post) dari Mataram melaporkan massa memberikan deadline selama satu minggu, jika kebijakan tersebut tidak diubah maka gelombang aksi yang lebih besar juga akan dilakukan.
Apalagi kebijakan tersebut sangat berpengaruh terhadap masyarakat kecil dan menengah. Terutama masyarakat NTB yang mayoritas adalah petani tentu sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Kondisi ini juga dikhawatirkan akan menjadi persoalan baru karena adanya peralihan penggunaan BBM jenis Pertamax ke Pertalite. “Kami berikan waktu jika satu minggu ke depan tidak ada perubahan maka aksi yang lebih besar tetap dilakukan,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut Ketua DPRD NTB, Hj. Baiq Isvie Rupaedah, S.H., M.H., mengaku akan menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan bersurat secara resmi ke pemerintah pusat. Bahkan hari ini, surat tuntutan tersebut akan langsung dikirimkan ke pemerintah pusat untuk bisa ditinjau kembali kenaikan itu. Bahkan dirinya berjanji apa yang telah disuarakan oleh mahasiswa akan ditindaklanjuti dengan baik. “Hari ini kami akan bersurat secara langsung ke DPR Pusat agar bisa meninjau kembali rencana kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Tentu kebijakan menaikan harga BBM tidak dilakukan asal-asalan melainkan karena kondisi ekonomi nasional yang sedang tidak baik. Salah satu faktor utama yakni konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Jika harga BBM tidak naik, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan merosot. Meski demikian, DPRD tetap akan menyampaikan apa yang menjadi harapan para masa aksi di tingkat pusat. “Kita tetap akan menyampaikan apa yang menjadi harapan dan keinginan mahasiswa di Mataram dan keputusan nantinya berada di tingkat pusat,” tandasnya.
Sebanyak 850 personel gabungan terdiri 480 personel Polresta Mataram, 370 personel Sat Brimob dan Dit Samapta Polda NTB. Upaya tersebut dilakukan untuk menekan terjadinya hal yang tidak diinginkan. “Total ada 850 personel kita turunkan, 500 di DPRD dan sisanya di Kantor Gubernur,” ungkap Kapolresta Mataram, Kombes Pol Mustofa, S.IK., M.H.
Aksi tersebut juga dianggap masih dibatas normal meski sempat panas. Polisi juga tetap mengedepankan sikap humanis dengan sedikit tindakan represif. Upaya tersebut dilakukan untuk menekan terjadinya aksi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa.
Bahkan polisi yang bertugas di pengamanan diminta untuk tidak terprovokasi agar tidak menimbulkan kegaduhan. “Kita tetap kedepankan sikap humanis dengan sedikit represif supaya massa aksi bisa terkendali,” sebutnya.
Dirinya juga tidak menampik ada orang yang menyusup dalam aksi tersebut dengan niat ingin membuat gaduh. Tetapi aksi itu tidak berlangsung lama dan berhasil terkendali. Bahkan dalam pengamanan tidak ada masa aksi yang diamankan karena membuat gaduh.
Dirinya mengimbau kepada masa aksi untuk tidak membuat kegaduhan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. “Kita minta agar masyarakat dalam penyampaian aspirasi dengan aman dan damai sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” pungkasnya. (kmb/balipost)