I Made Agus Adnyana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Agus Adnyana

Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Juni 2022 sebesar 96,05%, naik 0,33% dibandingkan kondisi Juni 2022, itulah rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Apa itu NTP? NTP sering digunakan oleh berbagai kalangan sebagai indikator yang dapat mewakili tingkat kesejahteraan petani (proxy indicator). Meskipun NTP meningkat, namun nilainya masih dibawah 100, mengindikasikan bahwa secara rata-rata petani Bali masih mengalami defisit penerimaan, namun kondisinya sudah lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.

Sebagai gambaran, menurut BPS, NTP adalah nilai dari perbandingan antara Indeks harga yang diterima petani dengan Indeks harga yang dibayar petani. NTP lebih dari 100 berarti petani mengalami surplus, harga produk petani naik lebih besar dari kenaikan harga barang konsumsinya. NTP sama dengan 100 berarti petani mengalami impas, kenaikan atau penurunan harga produk petani sama dengan kenaikan atau penurunan harga barang konsumsinya. NTP lebih kecil 100 berarti petani mengalami defisit, atau kenaikan harga produk petani relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.

Kenaikan NTP pada bulan Juli 2022 lalu di dorong oleh kenaikan indeks yang diterima petani yang lebih tinggi daripada kenaikan indeks yang dibayarkan oleh petani. Indeks yang diterima petani naik sebesar 1,27%, yang utamanya lebih didorong oleh naiknya indeks NTP subkektor hortikultura yang pada periode tersebut beberapa komoditasnya mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Sedangkan indeks yang dibayar petani hanya naik sebesar 0,94%.

Baca juga:  Indeks NTP Bali Belum Pulih

Produk turunan dari NTP adalah NTUP (Nilai Tukar Usaha Pertanian), yang merupakan perbandingan antara Indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petani untuk produksi dan penambahan barang modal. Nilai NTUP dapat menggambarkan apakah peningkatan pengeluaran untuk produksi dapat dikompensasi oleh pertambahan pendapatan petani dari hasil produksinya atau sebaliknya apakah kenaikan harga panen dapat menambah pendapatan petani.

Nilai NTUP Bali juga mengalami kenaikan pada bulan Juli 2022 yang mencapai 97,69, mengalami kenaikan sebesar 1,05% dibandingkan bulan Juni 2022. Meningkatnya nilai NTUP mengindikasikan bahwa secara rata-rata petani mengalami peningkatan surplus usaha pertanian dibandingkan bulan sebelumnya, namun belum cukup profitable karena nilainya masih dibawah 100.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah petani Bali sudah lebih sejahtera? NTP sebagai indicator tunggal belumlah cukup untuk menjawabnya, karena NTP masih mempunyai beberapa kelemahan dalam mengukur tingkat kesejahteraan petani. Simatupang (2016) berpendapat bahwa terdapat beberapa kelemahan jika NTP dijadikan satu-satunya indikator untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan petani. Pertama, konsep penghitungan NTP tidak berkaitan dengan pendapatan rumah tangga petani.

Baca juga:  Mewujudkan LPD Akuntabel dan Kompetitif

Pendapatan rumah tangga usaha pertanian terdiri dari laba bersih usaha pertanian ditambah pendapatan non usaha pertanian, dimana keduanya tidak berhubungan dengan harga yang diterima petani. Berikutnya, penggunaan asumsi kuantitas tetap pada indeks Laspeyres yang tidak mencerminkan adanya peningkatan produktivitas yang menyebabkan peningkatan produksi yang bermuara pada peningkatan pendapatan petani. Yang ketiga, kenaikan harga suatu komoditas pertanian sangat ditentukan oleh faktor perminataan dan penawaran. Kenaikan harga dapat terjadi karena penurunan pasokan, penurunan pasokan dapat terjadi karena produksi yang menurun. Dari sudut ini, kenaikan harga yang mengakibatkan naiknya NTP justru mengindikasikan adanya kekurangan produksi.

Berikutnya, pola produksi pertanian biasanya bersifat musiman, ada masa panen raya maupun masa paceklik, sehingga kenaikan indeks yang diterima petani belum tentu menggambarkan kesejahteraan petani meningkat. Dan yang terakhir, pendapatan rumah tangga usahatani biasanya beragam, selain dari usaha pertanian nya sendiri juga dari usaha di non pertanian yang tidak tergambarkan dalam penghitungan NTP.

Oleh sebab itu, kehati-hatian dalam melakukan analisis maupun evaluasi kebijakan yang mendasarkan data NTP sebagai satu-satunya indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani sangat diperlukan. Tambahan indikator penunjang lain juga diperlukan untuk melengkapi indikator tunggal NTP.

Simatupang (2016) menyarankan memasukkan indikator total faktor produktivitas (TFP) pertanian dalam penghitungan NTP, karena perubahan total faktor produktivitas pertanian mencerminkan kemajuan teknologi pertanian yang berpengaruh pada produksi dan keuntungan dari usaha pertanian. Amalia dan Kadir (2016) melengkapi indikator NTP maupun NTUP untuk melihat kesejahteraan pertani dengan memberi penimbang rasio Produk Domestik Bruto sektor pertanian terhadap total tenaga kerja sektor pertanian, serta menggunakan Multi Dimensional Poverty Index (MPI) untuk sektor pertanian untuk melihat perkembangan kesejahteraan petani. MPI melihat kesejahteraan melalui beberapa dimensi, dianataranya dimensi kesehatan, pendidikan, standar hidup layak, dan perumahan. Dengan melibatkan beberapa dimensi dalam MPI, diharapkan MPI dapat lebih baik dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan petani.

Baca juga:  Urgensi Kereta Api Lingkar Bali

Meskipun NTP memiliki kelemahan sebagai satu-satunya indikator dalam memotret kesejahteraan petani, namun NTP tetap perlu di tingkatkan, karena sampai saat ini NTP masih menjadi indikator awal untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan petani. Untuk dapat meningkatkan NTP, faktor-faktor yang mempengaruhi NTP harus menjadi perhatian. Meningkatkan produksi komoditas pertanian, menjaga harga produsen komoditas pertanian, menjaga harga-harga konsumsi rumah tangga petani atau masyarkat pedesaan, serta selalu menjaga keterjangkauan harga sarana atau input produksi usaha pertanian dapat menjadi prioritas dalam usaha meningkatkan nilai tukar petani.

Penulis, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN