DENPASAR, BALIPOST.com – Kenaikan harga BBM yang menjadi kebijakan pemerintah ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022. Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah menganggarkan 2 persen dari sisa Dana Transfer Umum diperuntukkan mengantisipasi dampak kenaikan BBM dan penanganan inflasi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Jumat (16/9), mengatakan dana yang diperhitungkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini adalah alokasi anggaran dana alokasi umum (DAU) pada bulan Oktober-Desember. Dengan dana transfer umum sebesar itu, perhitungan sementara kewajiban 2 persen dari anggaran sisa dana transfer umum mencapai Rp8,3 miliar. Namun, Pemprov Bali telah mengalokasikan lebih, yaitu Rp8,9 miliar.
Diungkapkan, dana sebesar ini antara lain akan digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil dan menengah dan nelayan, penciptaan lapangan kerja dan/atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum. “Dengan upaya ini, hingga akhir tahun 2022 kita berharap inflasi di Bali bisa di bawah nasional (5 %), karena inflasi di Bali saat ini masih 6 persen,” ujar ujarnya.
Selain itu, untuk menekan inflasi di Bali, dikatakan Gubernur Bali telah menginstruksikan bupati/wali kota se-Bali yang daerahnya merupakan produsen cabai dan bawang agar meningkatkan produksinya dengan memperluas areal tanamannya. Di samping juga memberikan bantuan bibit, teknologi, dan bantuan lainnya. “Harus diperhatikan juga distribusinya, apakah ada gangguan distribusinya atau tidak. Kalau ada gangguan agar segera diatasi, supaya distribusinya lancarkan, karena kenaikan harga tidak semata-mata dipengaruhi karena kekurangan produksi, tetapi juga karena gangguan distribusi,” sarannya.
Khusus untuk mengendalikan harga, lanjut Dewa Made Indra bahwa Gubernur Bali telah memberikan arahan ke kepala daerah agar membantu petani dari segi transportasi pengangkutan hasil pertanian. Seperti pengangkutan distribusi bawang dari daerah Kintamani, Bangli ke daerah lainnya di Bali. Hal ini dilakukan agar petani sebagai produsen tidak dipaksa menurunkan harga pasar.
Begitu juga harga di pasar tidak terlalu tinggi, karena tidak menghitung biaya transportasi. “Cara menurunkan harga bukan dengan memerintahkan turun harga, bukan!, tetapi petani dibantu. Itulah sebabnya pak Gubernur (Wayan Koster, red) sudah mengarahkan, karena kalau di Bali ini daerah yang dijadikan sampel dalam survei pasar untuk inflasinya ada dua, yaitu Kabupaten Buleleng dan Kota Denpasar. Maka Pak Gubernur meminta intervensi di sana,” paparnya.
Lebih lanjut, dikatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah menganggarkan biaya subsidi transportasi pengangkutan komoditas pertanian. Anggaran ini disalurkan melalui perusahaan daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk membantu distribusi komoditas-komoditas pertanian ini.
Selain itu, Gubernur Bali juga telah memerintahkan pemerintah kabupaten/kota agar menggelar pasar murah. Bahkan, pasar murah ini sudah berjalan dan akan terus dilakukan. (Winatha/balipost)