DENPASAR, BALIPOST.com – Memperkuat mempertahankan dan bahkan memajukan Bahasa Bali, sangat penting dilakukan saat ini. Kebijakan yang dicanangkan Gubernur Bali Wayan Koster melalui Pergub No. 80 tahun 2018, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa Bali, telah diterapkan di masyarakat.
Hal ini menandakan kalau bahasa Bali sudah mulai dikenal. Kurikulum Bahasa Bali pun diaktifkan di SD, SMP dan SLTA. Kini Bahasa Bali perlu dijadikan Mata Kuluah Umum (MKU) di perguruan tinggi.
Hal itu terungkap pada Dialog Merah Putih “Bali Era Baru Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” di Warung Bali
Coffee Jl. Veteran 63 Denpasar, Rabu (20/9). Bali kini memiliki ciri khas tiap Bulan Februari menjalankan program Bulan Bahasa Bali, penulisan aksara Bali di semua instansi, aksara Bali di komputer hingga penjabat pun wajib menggunakan Bahasa Bali tiap Kamis, purnama dan tilem.
Ini menurut Ketua Komisi IV DPRD Bali, Ir. I Gusti Putu
Budiarta menunjukan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali mulai terserap di semua komponen masyarakat. Ini berkat jasa Gubernur Wayan Koster. Termasuk
terus menerjunkan penyuluh Bahasa Bali ke desa.
Bukan hanya di sekolah dan instansi formal, setiap desa adat juga telah melaksanakan bulan bahasa, melalui lomba nyurat sastra Bali, pidato bahasa Bali, masatwa Bali. Ini tentu, kata dia, menandakan kalau konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali mulai terserap.
Walaupun saat ini berada dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi, kearifan lokal khususnya bahasa Bali juga harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. “Ini sebagai komitmen Gubernur Bali
untuk menjaga identitas Bali. Hal ini jelas menandakan bagaimana Gubernur Koster ingin mengembalikan kembali ke Bali Aslinya. Walaupun globalisasi telah mewabah di dunia, termasuk di
Bali. Tetapi penggunaan kearifan lokal khususnya Bahasa Bali harus dimantapkan kembali. Ini yang didinginkan pemerintah saat ini,” tegas Bendesa
Pedungan ini.
Pelaku sastra Bali yang juga akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, Dr .I Nyoman
Suwija, M.Hum., A.Ma., mengungkapkan banyak yang bisa dibahas dalam Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Soal
sastra Bali intinya ada pada Pergub 80 tahun 2018, tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan sastra Bali. Di sinilah akar budaya Bali itu ada yakni bahasa, aksara dan sastra Bali. Artinya ketika ingin budaya Bali itu ajeg, budaya Bali lestari, maka
akarnya itu tidak boleh dilupakan.
Sebaliknya harus dipupuk, dipelihara dan dipertahankan. “Oleh karena itu, bahasa, aksara dan
sastra Bali itu harus dipertahankan. Itulah sebabnya, bahasa, aksara dan sastra harus menjadi sangat penting, fundamental untuk menjaga kelestarian
budaya Bali. Karena seperti diketahui, Bali itu bertumpu pada sektor pariwisata budaya. Jika budaya Bali runtuh, atau pudar, maka pariwisata Bali tidak
akan bagus lagi. Jika pariwisata Bali tidak bagus lagi. dampak sosialnya, masyarakat Bali tidak bisa hidup dengan baik, karena kita bertumpu pada sektor
pariwisata budaya,” ujarnya.
Terkait Pergub Nomor 80 tahun 2018 menurutnya, jelas sekali arahnya, bahwa isi alam Bali berupa budaya Bali, yang diakari oleh bahasa Bali, mau tidak mau harus dipelihara dengan baik. Selama ini, kata dia, kebanyakan anak-anak sejak kecil sudah diajarkan bahasa nasional dan bahasa asing.
Padahal, bahasa ibu atau bahasa Bali itu penting diajarkan sejak kecil dari lingkungan rumah tangga.
Diakuinya selama ini, siswa di rumah lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia dibandingkan Bahasa Bali. Justru saat ini Bahasa Bali harus diajarkan yang pertama, baru bahasa nasional dan untuk keperluan tertentu belajar bahasa asing.
Guru-guru di sekolah juga terkadang kelimpungan, yang menyebabkan Bahasa Bali itu dianggap sulit oleh
anak-anak. Hal itu disebabkan banyak ibu-ibu merasa gengsi menggunakan bahasa Bali dalam percakapan sehari-hari.
Alasannya, karena bahasa Bali dianggap kuno. “Seharusnya bahasa Ibu yang diajarkan dulu, ketika masih di dalam keluarga, bahasa ibu yang penting, setelah itu baru bahasa lain,” katanya.
Dia minta sekolah yang belum memiliki guru Bahasa Bali segera mendata, agar nantinya dinas pendidikan di masing-masing kabupaten bisa membantu pengadaan guru khusus Bahasa Bali. Ini juga akan berdampak positif pada generasi muda mau belajar Prodi Bahasa Bali. “Begitu juga, desa-desa yang belum
memiliki penyuluh Bahasa bali, juga masih banyak, terutama desa terpencil. Pengangkatan penyuluh Bahasa Bali harus diwacanakan lebih banyak lagi, sehingga meningkatkan minat generasi muda untuk belajar Bahasa Bali,” ucapnya.
Suwija berterima kasih Gubernur Bali Wayan Koster telah menanamkan dan memperkuat identitas kebalian krama Bali lewat Pergub ini. Kata kuncinya dalah apa yang telah dirumuskan harus dijalankan.
Sebab Bahasa Bali, bisa sebagai pembentukan
karakter. Karena anggah-ungguh Bahasa Bali, mengajarkan sopan santun.
Ketika berbicara pada orang yang lebih tua, ketika berbicara dengan pimpinan dengan bahasa Bali yang halus ini sangat membentuk kepribadian orang Bali.
“Kita orang Bali harus yakin bahwa kebalian orang Bali itu harus dipelihara dengan baik melalui pembinaan
bahasa, aksara dan sastra Bali. Bahasa aksara dan sastra Bali merupakan milik krama bali yang patut dipelihara guna mendukung kelestarian budaya Bali,” harapnya.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Wayan Suarmaja, S.Pd.B., menambahkan, sebagai penyuluh bahasa Bali, rekan-rekanya saat awal terjun ke desa memangsm sangat sulit diterima masyarakat. Namun saat ini keberadaan penyuluh Bahasa Bali, mulai diterima masyarakat.
Untuk itu, dalam era globalisasi ini, pihaknya sebagai penyuluh Bahasa Bali, terus berusaha berinovasi, karena saat ini dunia itu dalam genggaman. Dalam hal ini, kata dia, penyuluh bahasa Bali, mulai masuk di ranah digital.
Cerita-cerita yang ada di masyarakat, mulai dibuatkan dalam bentuk gambar dan disiarkan secara digital. Termasuk juga membuat font aksara Bali agar bisa digunakan di gadget. Termasuk juga, untuk menghilangkan kesan kuno, pihaknya kini mengubah tagline yakni menjadi bahasa Bali itu keren.
Terkait pelestarian dan pengembangan bahasa Bali, tidak hanya peran dari pemerintah maupun penyuluh
Bahasa Bali, juga peran seluruh masyarakat Bali, untuk ikut melestarikan Bahasa Bali. “Karena bahasa dan aksara Bali akan tetap lestari ketika ada yang
menggunakan dan penuturnya,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)